Djawanews.com – Inflasi tahunan Turki mencetak rekor tertinggi sepanjang 19 tahun terakhir pada Desember 2021. Menurut Institut Statistik Turki, harga konsumen melonjak 36 persen pada Desember lalu jika dibandingkan bulan sama tahun sebelumnya.
Harga barang naik sangat pesat sejak September 2020, usai partai Presiden Recep Tayyip Erdogan mengambil alih kekuasaan.
Inflasi didorong oleh beberapa komponen, seperti transportasi yang mengudara hingga 54 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Selaras, harga makanan dan minuman melonjak 43,8 persen untuk periode sama. Tak hanya itu, perabotan rumah tangga dan biaya RS juga melesat hampir 40 persen.
Nilai tukar Lira Turki terjun 40 persen dibandingkan dengan dolar AS tahun lalu. Runtuhnya lira disebabkan oleh kebijakan keras kepala Erdogan yang tak biasa.
Di saat inflasi melambung, bank sentral Turki malah menurunkan suku bunga acuan sebanyak empat kali secara berturut-turut. Padahal, biasanya bank sentral bakal menaikkan acuan suku bunga guna meredakan ekonomi yang mulai tak terkendali.
Alhasil, kebijakan tersebut membuat harga barang makin mengudara.
Erdogan sempat menuding pihak asing sebagai dalang rawannya ekonomi Turki. Ia menilai tingginya ketergantungan ekonomi Turki dengan negara luar disebabkan berbagai intervensi global terhadap ekonomi negaranya.
Oleh karena itu, ia meyakini sedang memimpin Turki untuk mendapatkan kemerdekaan finansialnya.
Di sisi lain, lonjakan harga dan runtuhnya nilai tukar lira memaksa Pemerintah Turki untuk mengambil langkah untuk melindungi pekerja dan para nasabah.
Bulan lalu, Erdogan membeberkan kenaikan upah minimum hampir 50 persen dan rencananya akan meluncurkan akun deposit baru untuk lira Turki yang bakal menjaga nilai tukarnya dari devaluasi.
"Sepanjang kami tidak menarik uang sebagai tolak ukur, kami tidak akan tenggelam. Lira adalah uang kami, itu yang akan kami lakukan ke depan, bukan dengan mata uang asing," papar dia pada Jumat (31/12) lalu, dikutip dari CNN Business.