Djawanews.com – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menegaskan kalau kripto tidak menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia. Pasalnya, aset digital tersebut dikatakan belum jelas background-nya
Aset digital kripto memang sedang ramai menjadi bahan perbincangan di seluruh dunia. Masyarakat dunia menyenangi kripto karena fluktuasi harganya yang relatif cepat dan berkemungkinan memberikan keuntungan besar.
Namun, perlu anda ketahui bahwa legalitas aset digital kripto berbeda-beda pada setiap negara. Indonesia sendiri memilih untuk melegalkan aset digital kripto untuk kepentigan investasi berjangka, bukan sebagai alat pembayaran yang sah.
Perry Warjiyo mengatakan, aset kripto dilarang digunakan sebagai alat tukar atau alat transaksi.
“Kripto bukan alat pembayaran yang sah. Dan kami sudah larang semua lembaga yang mendapatkan izin dari Bank Indonesia untuk melayani kripto. Dan kami terus-terusan mengawas,” kata dia, dalam gelaran Rapat Kerja Komisi XI DPR RI pada Kamis, 25 November.
Perry juga menyebutkan alasan utama dari Bank Indonesia tidak mengizinkan kripto sebagai mata uang atau alat tukar yang sah adalah karena fundamentalnya yang masih belum jelas.
Aset kripto yang sifat kepemilikan atau supply-nya tidak diatur oleh suatu lembaga membuat pergerakan harganya tidak jelas. “Siapa yang pegang supply, tapi demand dari seluruh dunia. Sehingga kita juga tidak tahu valuasinya,” ucap Perry.
Sebagai informasi, keberadaan aset kripto di Tanah Air diatur oleh Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Ini selaras dengan fungsinya di Indonesia, yang hanya boleh dipergunakan untuk aset investasi.
Mata uang kripto di Indonesia masuk dalam kategori komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka. Jadi Bank Indonesia melarangnya sebagai alat tukar atau pembayaran, namun aset tersebut tetap diperbolehkan untuk berinvestasi jangka panjang.
Untuk mendapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.