Djawanews.com – Sebuah sungai kecil di tengah perkebunan kopi, ladang tebu dan hutan menyediakan energi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kosta Rika. PLTA ini memberi energi untuk ratusan komputer yang terhubung ke bisnis penambangan kripto di negara itu.
Kosta Rika adalah negara terkecil ketiga setelah Belize dan El Salvador di Amerika Tengah yang berbatasan dengan Nikaragua di sebelah utara, Panama di selatan-tenggara, Samudera Pasifik di barat dan selatan, dan Laut Karibia di timur.
Dilaporkan oleh Reuters, terdapat lebih dari 650 mesin dari 150 pelanggan beroperasi tanpa henti dari delapan kontainer yang ditenagai oleh pembangkit listrik di sebelah Sungai Poas, 35 kilometer dari San Jose, ibu kota negara, yang menghasilkan hampir semua listriknya dari sumber energi hijau.
Pembangkit tersebut terpaksa menemukan caranya sendiri untuk menjual listriknya setelah 30 tahun, semenjak pemerintah memutuskan untuk berhenti membeli listrik selama pandemi COVID-19 akibat kelebihan pasokan listrik di negara Amerika Tengah. Di Kosta Rika pemerintah memonopoli distribusi energi.
Presiden bisnis keluarga yang memiliki CR Data Center pertanian seluas 6 hektare dan pabriknya mengatakan akan menghentikan aktivitas selama sembilan bulan.
“Kami harus menghentikan aktivitas selama sembilan bulan, dan tepat satu tahun yang lalu saya mendengar tentang Bitcoin, blockchain, dan penambangan digital,”
"Saya sangat skeptis pada awalnya, tetapi kami melihat bahwa bisnis ini menghabiskan banyak energi dan kami memiliki surplus," tambah Kooper seperti dikutip Reuters.
Perusahaan pembangkit listrik tenaga air, dengan tiga pembangkitnya senilai 13,5 juta dolar AS (Rp185 miliar) dan kapasitas tiga Megawatt, serta menginvestasikan 500.000 dolar AS (Rp7,1 miliar) untuk menjelajah ke hosting komputer penambangan digital.
Kooper mengatakan penambang kripto internasional sedang mencari energi yang bersih, murah, dan koneksi internet yang stabil, yang banyak dimiliki oleh Kosta Rika. Namun, Kooper mengatakan pemerintah Kosta Rika harus lebih agresif dalam mencoba menarik lebih banyak bisnis penambangan kripto, meskipun dia tidak menjelaskan secara spesifik strategi apa yang harus dilakukan.
Kosta Rika sendiri tidak memiliki peraturan khusus untuk kripto, tidak seperti El Salvador, yang menjadi negara pertama di dunia yang mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah pada September 2021.
Bank sentral Kosta Rika mengatakan pihaknya menyediakan ruang bagi inovasi teknologi untuk memungkinkan industri Fintech terbentuk, dan akan terus memantau perkembangannya.
Sejauh ini semua pelanggan Data Center CR adalah penambang lokal, seperti Mauricio Rodriguez, seorang insinyur keamanan komputer berusia 31 tahun yang memasuki penambangan digital untuk mendapatkan uang tambahan dari rumah pada tahun 2021 dengan peralatan senilai 7.000 dolar AS (Rp100 juta).
"Memasangnya di tempat ini jauh lebih menguntungkan daripada di rumah," kata Rodriguez, setelah ia menghitung, biaya yang dibutuhkan hanya setengahnya saja jika dibandingkan memasang jaringan penambangan Bitcoin di rumah. Ini tentu sangat menguntungkan setelah mampu menghubungkan komputernya ke jaringan di pembangkit listrik tenaga sungai.
Dapatkan berita menarik lainnya serta berita terbaru setiap harinya, hanya di Djawanews. Jangan lupa ikuti Instagram Djawanews.