Djawanews.com – Tana Toraja terletak di provinsi Sulawesi Selatan dan menjadi salah satu destinasi wisata yang ramai diminati wisatawan baik lokal ataupun wisatawan domestik.
Warisan budaya Tana Toraja tidak terlepas dari masyarakat adatnya yang terus menjaga warisan nenek moyang. Masyarakat Toraja sangat menjaga adat-istiadat tradisi para leluhur. Mereka percaya bahwa adat-istiadat merupakan bagian dari kehidupan Suku Toraja sehingga penting untuk tetap dijaga kelestarian serta kebudayaannya. Salah satu destinasi wisata yang terkenal dan banyak diminati wisatawan adalah Desa Wisata Kete’ Kesu.
Kete’ Kesu terletak tidak jauh dari Kota Rantepao. Perjalanan ke Kete Kesu dari Rantepao berjarak kurang lebih 4 kilometer. Kete’ Kesu terdiri dari padang rumput dan padi yang mengelilingi rumah adat Tana Toraja, yaitu Tongkonan. Sebagian rumah adat yang terletak di desa ini diperkirakan berumur sekitar 300 tahun dan letaknya berhadapan dengan lumbung padi kecil.
Tidak hanya terdiri dari 6 Tongkonan dan 12 lumbung padi, Kete’ Kesu juga memiliki tanah seremonial yang dihiasi oleh 20 menhir. Salah satu Tongkonan terdapat museum yang berisi koleksi benda adat kuno Toraja, mulai dari ukiran, senjata tajam, keramik, patung, kain dari Cina, serta bendera Merah Putih yang konon disebutkan merupakan bendera pertama yang dikibarkan di Tana Toraja. Selain itu, di dalam museum ini juga terdapat pusat pelatihan pembuatan kerajinan dari bambu.
Kete’ Kesu terkenal dengan kehidupan tradisional masyarakatnya. Yang menyimpan berbagai peninggalan purbakala. Terdapat kuburan batu yang diperkiran berusia 500 tahun lebih. Di dalam kuburan batu yang menyerupai sampan tersebut, tersimpan sisa-sisa tengkorak dan juga tulang manusia. Hampir semua kuburan batu diletakkan menggantung di tebing atau gua.
Dilansir dari TVRI, Budaya Toraja tidak mengenal sastra tulisan, dan hanya mengenal sastra lisan. Sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya Toraja, juga kesan-kesan mengenai kehidupan terletak pada ukiran-ukiran. Dan hal ini mendasari proses pemakaman orang-orang Toraja yang berlangsung sejak lama. Di mana orang-orang yang sudah meninggal tidak dimakamkan di tanah, melainkan dimakamkan di gua-gua atau di tebing-tebing. Hal ini berlangsung sejak beratus-ratus tahun lamanya.
Beberapa makam adat di Kete’ Kesu telah ditutup dengan jeruji besi untuk mencegah pencurian patung jenazah adat yang dalam Bahasa Toraja disebut tau-tau (patung dari kayu yang menyerupai manusia).
Beberapa jenazah dapat dilihat jelas dari luar bersama dengan harta yang dikuburkan di dalamnya. Peti mati tradisional (erong) yang terdapat di desa ini tidak hanya berbentuk seperti perahu, namun juga ada yang berbentuk kerbau dan babi dengan pahatan atau ukiran yang menghiasi.
Masyarakat di Tana Toraja terkenal dengan keahlian sebagai pemahat dan pelukis, sehingga selain dimanfaatkan sebagai obejk wisata, Tana Toraja juga dimanfaatkan untuk menjual berbagai pahatan dan souvenir tradisional Toraja.
Pahatan dinding batu Kete’ Kesu begitu penuh makna. Terdapat beberapa makam khusus yang diletakkan di posisi paling tinggi. Yang merupakan makam para bangsawan Tana Toraja.
Desa Kete’ Kesu masuk sebagai daftar kawasan cagar budaya serta pusat berbagai upcara adat Toraja yang meilputi pemakaman adat yang dirayakan dengan meriah (Rambu Solo), upcara memasuki rumah adat baru (Rambu Tuka), tradisi membersihkan jenazah leluhur keluarga yang digantikan baju dan kainnya (Ma’Nene) serta berbagai ritual adat lainnya.
Dapatkan berita menarik lainnya serta berita terbaru setiap harinya, hanya di Djawanews. Jangan lupa ikuti Instagram Djawanews.