Djawanews.com – Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Novita Wijayanti mengkritik sikap PDI Perjuangan yang menolak usulan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen dan menuding pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming tidak pro-rakyat.
Dia mengingatkan bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021, yang saat itu diusulkan oleh PDI Perjuangan.
"Perlu diingat bahwa usulan (UU HPP, red) tersebut bukanlah hal yang datang tiba-tiba, melainkan bagian dari kebijakan yang telah disepakati melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak pada tahun 2021, yang pada waktu itu diusulkan oleh PDI Perjuangan sendiri," ujar Novita saat menanggapi polemik tersebut di Jakarta, Minggu 22 Desember.
Menurut Novita, sikap PDI Perjuangan yang kini menolak kenaikan PPN 12 persen menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab.
"Yang sejatinya justru mereka (PDI Perjuangan, red) yang mengusulkan dan memutuskan. Sekarang seolah-olah melempar kesalahan kepada Pak Prabowo, padahal beliau baru menjabat sebagai Presiden selama dua bulan," tegas Novita.
Ia juga mengimbau agar para pemangku kepentingan tidak bermain peran sebagai korban (playing victim) untuk meraih simpati publik. Menurutnya, fokus utama saat ini adalah mencari solusi guna meringankan beban rakyat, sembari memastikan keberlanjutan pembangunan ekonomi.
"Mari kita jujur dan terbuka dalam diskursus politik ini, dan berhenti memainkan peran sebagai korban dari kebijakan yang sejatinya merupakan hasil kesepakatan bersama," tegas legislator asal Dapil Jawa Tengah VIII ini.
Novita juga menekankan pentingnya memastikan kebijakan ini dilaksanakan dengan bijaksana demi kepentingan rakyat.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wihadi Wiyanto, mengungkapkan bahwa UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diinisiasi oleh Fraksi PDI Perjuangan.
Ia menyebut bahwa Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP saat itu, Dolfie Othniel Frederic Palit, merupakan anggota Fraksi PDI Perjuangan.
Polemik ini mencuat menjelang diberlakukannya kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025, yang menjadi salah satu poin penting dalam UU HPP.