Djawanews.com – Anggota Fraksi PDIP DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengatakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan mulai diterapkan pada 1 Januari 2025, bukan inisiatif partainya.
Deddy menegaskan, keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) itu diusulkan saat pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo. Meski ketua panitia kerja (panja) merupakakan anggota fraksi PDIP, hal ini disepakati semua fraksi di DPR RI.
"Itu adalah keputusan DPR RI, bukan inisiatif dari PDI Perjuangan. Salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan," kata Deddy kepada wartawan, Minggu, 22 Desember.
Deddy menjelaskan, saat kenaikan PPN diusulkan oleh Kementerian Keuangan, DPR menyetujui dengan asumsi kondisi ekonomi di Tanah Air maupun kondisi global itu dalam kondisi yang baik-baik saja.
Namun, memang ada permintaan dari sebagian fraksi di DPR agar ini dipertimbangkan berdasarkan sejumlah faktor, yakni menurunnya daya beli masyarakat, kelas menengah yang tergerus, hingga ancaman badai PHK.
"Jadi ini bukan salah pemerintahan Prabowo tentu saja. Yang diminta teman-teman itu juga bukan membatalkan undang-undang itu atau kesepakatan yang sudah dibuat di DPR, tetapi meminta pemerintah mengkaji baik buruknya dari kenaikan PPN itu bagi rakyat," jelas Deddy.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wihadi Wiyanto, mengungkapkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diinisiasi Fraksi PDI Perjuangan DPR. Hal ini yang menjadi dasar kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
"Kenaikan PPN 12 persen itu adalah merupakan keputusan UU Tahun 2021, HPP. (PPN) 12 persen di 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan," kata Wihadi kepada wartawan, Sabtu, 21 Desember.
"Itu kita bisa melihat dari yang memimpin Panja (Panitia Kerja) pun dari PDI Perjuangan," tambahnya.
Adapun Dolfie Othniel Fredric Palit yang merupakan anggota Fraksi PDIP menjadi Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) HPP saat pembahasan dilakukan.
Kondisi ini membuat Wihadi mempertanyakan sikap PDIP yang mengkritisi kenaikan PPN menjadi 12 persen. Baginya, partai berlambang banteng itu terkesan menyudutkan Presiden Prabowo Subianto.
"Kalau sekarang pihak PDI Perjuangan meminta itu ditunda, ini adalah merupakan suatu hal yang justru menyudutkan pemerintahan Prabowo. Sebenarnya yang menginginkan kenaikan itu adalah PDI Perjuangan," tuturnya.