Djawanews.com – Keluarga korban kasus gagal ginjal akut mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan pada Kamis (8/12). Keluarga tersebut melaporkan ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) atas pasa 338 tentang Pembunuhan pada kasus gagal ginjal tersebut.
Kuasa hukum korban, Rezza Adityananda Pramono, mengungkapkan laporan tersebut adalah soal adanya obat yang mengadung etilen glikol dan dietilen glikol di atas ambang batas. Orang tua korban meninggal tersebut bernama Muhammad Rifai.
"Kami kemari untuk membuat laporan atas tindak pidana yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang yaitu terkait dengan konsumsi obat paracetamol yang mengandung Etilen dan Dietilen yang kelebihan ambang batas dimana saat ini kami bersama dengan salah satu orang tua korban Muhammad Rifai," kata Rezza saat di lobby Bareskrim, Kamis 8 Desember 2022.
Rezza mengungkapkan sampai saat ini polisi belum menyasar Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dalam pengusutan kasus gagal ginjal akut. Hal tersebut membuat pihaknya perlu menyangkakan pasal tersebut pada tersangka.
"Penyidik di Bareskrim Polri ini baru menerapkan pasal mengenai UU kesehatan dan juga UU perlindungan konsumen. Sedangkan untuk rencana laporan yang hari ini kami akan mencoba menggunakan dasar hukum yang berbeda seperti yang tadi saya sampaikan hilangnya nyawa seseorang dimana dimaksud dengan pasal 338 KUHP 359 KUHP," ucapnya.
Pasal 338 KUHP mengatur soal perampasan nyawa seseorang secara sengaja. Pasal tersebut berbunyi:
"Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.”
Sementara Pasal 359 KUHP mengatur soal kelalaian yang menyebabkan kematian seseorang. Pasal itu berbunyi:
"Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Rezza mengungkapkan bahwa pihaknya akan berkoordinasi ihwal terlapor pada kasus tersebut. Ia juga akan membawa barang bukti untuk diserahkan. Termasuk diantaranya catatan medis dari para korban.
"Bukti-bukti saat ini salah satunya ada beberapa dokumen dari hasil kemarin penyidikan tentunya kemudian juga catatan atau rekaman medis rumah sakit akibat dari kematian anaknya Pak Rifai," kata dia.
Bareskrim Polri sebelumnya telah menetapkan dua perusahaan sebagai tersangka dalam kasus gagal ginjal akut. Kedua perusahaan itu adalah PT Afi Farma sebagai pembuat obat dan CV Samudera Chemical sebagai pemasok bahan baku obat yang diduga mengandung EG dan DEG.
PT Afi Farma disangka dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara untuk CV Samudera Chemical disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Bareskrim Polri menyatakan pemilik CV Samudera Chemical berinisial E saat ini telah masuk ke dalam daftar pencarian orang atau DPO. Dia disebut melarikan diri.
Selain dua perusahaan itu, terdapat dua perusahaan lain yang penanganan kasusnya dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dua perusahaan itu adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Setelah berkonsultasi dengan SPK Bareskrim, keluarga korban pun lalu diarahkan ke Poda Metro Jaya oleh petugas. Kuasa hukum korban yang lain, Christma Celi Manafe mengungkapkan bahwa pengarahan ke Polda Metro Jaya itu dengan alasan karena korban berasal dari satu wilayah. Selain itu, korban juga dari perseorangan.
"Tadi kami sudah mencoba ke SPKT untuk membuat laporan polisi, namun menurut petugas yang bertugas karena disini mekanisme nya untuk membuat laporan terkait kasus ini harusnya korban lebih dari satu tidak boleh di satu wilayah saja. Jadi mereka sarankan kepada kami lebih baik bagaimana kami ke Polda Metro Jaya," kata Christma.
Christma juga mengungkapkan bahwa pihaknya tidak akan mengkoordinir korban gagal ginjal akut lainnya untuk membuat laporan di Bareskrim Mabes Polri. Oleh karena itu, pihaknya pun langsung beranjak ke Polda Metro Jaya untuk membuat laporan baru.
"Setelah kami pertimbangkan ke orang tua korban kami akan ke Polda untuk membuat laporan polisi terkait dengan kasus kematian anak dari pada klien kami. Kalau kami klien kami karena hanya satu orang jadi ke Polda," tuturnya.
Kementerian Kesehatan menyatakan kasus gagal ginjal akut pada anak disebabkan konsumsi obat sirup dengan kandungan EG dan DEG di atas ambang batas aman. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun telah mencabut izin edar obat-obatan yang diproduksi ketiga perusahaan di atas.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.