Djawanews.com – Dikabarkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan tim penasihat hukum Gubernur Papua Lukas Enembe yang selalu membangun narasi atau opini di ruang publik. Satu di antaranya mengenai kepemilikan tambang emas oleh Lukas di Distrik Mamit, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua.
"Saya ingin sampaikan pada saudara penasihat hukum, ini yang kami sayangkan. Kenapa? harusnya sampaikan lah langsung di hadapan tim penyidik KPK kalau memang ingin sebagai pembuktian terbalik. Jadi, bukan di ruang-ruang publik," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Kantornya, Jakarta pada Senin, 26 September.
Klaim kuasa hukum soal tambang emas Lukas Enembe itu disampaikan Senin (26/9) lalu. Klaim itu merupakan respons atas pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang meminta Lukas membuktikan sumber harta ratusan miliar yang ditemukan PPATK.
Pada Senin (19/9), Alexander Marwata menyebut Lukas bisa bebas jika bisa membuktikan sumber kekayaannya. Alexander mencontohkan Lukas bisa bebas apabila punya bukti kepemilikan tambang emas sebagai sumber harta kekayaan. Menurut Ali klaim tambang emas yang disampaikan oleh kuasa hukum Lukas sebatas narasi di ruang publik. Dan, membangun narasi di ruang publik bukan merupakan sebuah pembuktian.
"Karena pembuktian perkara itu harus disampaikan pada tempat dan waktu yang tepat," kata Ali.
Lukas Enembe Selalu Mangkir dari Panggilan KPK
Ia pun menyayangkan sikap Lukas yang dua kali mangkir dari pemeriksaan penyidik KPK. Atas dasar itu, Ali meminta Lukas kooperatif untuk hadir dalam agenda pemeriksaan berikutnya. Sebab, sampai saat ini, terang Ali, KPK belum mendapat informasi yang sahih mengenai kondisi kesehatan Lukas.
"Meski sebelumnya pihak kuasa hukum telah menyampaikan rencana ketidakhadiran tersebut karena alasan kondisi kesehatan Sdr. LE [Lukas Enembe], namun sampai dengan hari ini KPK belum mendapatkan informasi yang sahih dari pihak dokter ataupun tenaga medis yang menerangkan kondisi Sdr. LE dimaksud," ucap Ali.
Di sisi lain, Ali mewanti-wanti tim penasihat hukum Lukas untuk menjadi perantara yang baik agar penanganan kasus bisa efektif dan efisien. Ia mengingatkan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun bagi para pihak yang berupaya merintangi proses hukum sebagaimana ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"KPK berharap peran kuasa hukum seharusnya bisa menjadi perantara yang baik agar proses penanganan perkara berjalan efektif dan efisien. Bukan justru menyampaikan pernyataan yang tidak didukung fakta sehingga bisa masuk dalam kriteria menghambat atau merintangi proses penyidikan yang KPK tengah lakukan," pungkasnya.
KPK telah memanggil Lukas Enembe sebanyak dua kali, baik sebagai saksi maupun tersangka. Namun, Lukas tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dengan alasan sedang sakit. Penasihat hukum Lukas, Stefanus Roy Rening, mengatakan kliennya sudah empat kali terserang stroke sejak tahun 2018. Kondisi kesehatan Lukas yang sedang menurun menjadi alasan ia tak menghadiri pemeriksaan KPK kemarin, Senin, 26 September.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.