Djawanews.com – Kuasa Hukum Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening memastikan Gubernur Papua Lukas Enembe tak akan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kedua kalinya pada hari ini. Alasannya, Lukas Enembe sakit.
”Syarat orang memberi keterangan itu harus sehat. Kalau sakit gimana mau kasih keterangan," kata Stefanus Roy Rening kepada wartawan di Jakarta, Senin, 26 September.
Sesuai aturan, orang sakit disebut Stefanus tak bisa dimintai keterangan. Apa yang disampaikan Lukas di hadapan penyidik juga tak bisa dijadikan alat bukti.
Stefanus meminta KPK memahami kondisi kliennya. KPK dipersilakan jika ingin memeriksa Lukas tapi di Papua.
Pihaknya siap memberi perlindungan jika dokter dari KPK akan bertolak menuju bumi Cendrawasih. "Kita cari solusi dokter KPK dan dokter pribadi periksa bapak baik baik," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan korupsi. Belum dirinci kasus yang menjeratnya.
Lukas sebenarnya juga akan diperiksa pada Senin, 26 September. Ini merupakan pemanggilan kedua kalinya karena dia sebelumnya tak hadir karena sakit.
Hanya saja, kuasa hukumnya, Stefanus Roy Rening menyatakan klien tidak akan hadir karena sakit pada Senin, 26 September. Hal ini disampaikannya saat datang ke Gedung Merah Putih KPK pada Jumat, 23 September.
"Bapak enggak memungkinkan untuk hadir pada hari Senin. Jadi kami minta agar Pak Gubernur kooperatif maka kita datang lebih awal untuk menyampaikan itu karena perkembangan kesehatan Pak Gubernur menurut dokter sudah agak menurun," ungkapnya saat itu.
Selain itu, dia juga meminta Lukas diperbolehkan berangkat ke Singapura untuk berobat. Gubernur ini sakit stroke dan diklaim tak bisa bicara.
Stefanus bahkan secara khusus minta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi izin. Apalagi, kondisi Lukas saat ini disebutnya memprihatinkan.
"Dengan kondisi yang memprihatinkan, dengan kondisi kesehatannya Pak Gubernur, saya atas nama tim hukum meminta agar Presiden Jokowi memberikan beliau izin berobat ke luar negeri," tegasnya.
"Kami tim hukum memandang bahwa kalau langkah-langkah ini tidak diambil oleh negara bisa membuat suasana di tanah Papua tidak harmonis," pungkas Stefanus.