Djawanews.com – Calon Gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung menilai uji emisi kendaraan bermotor yang dijalankan Pemprov DKI hanya basa basi. Menurutnya, pelaksanaan uji emisi tersebut belum sepenuhnya mengikuti protokol standar yang baku.
"Uji emisi itu hanya basa basi. Maka harus diseriusi dengan protokol standar yang baku. Kalau itu dilakukan bagi siapapun yang melakukan pelanggaran, tidak diperbolehkan. Kalau itu terjadi akan memberikan perbaikan positif untuk perbaikan udara," kata Pramono di Jakarta, dikutip Jumat, 14 November.
Dalam pelaksanaannya selama ini, Pemprov DKI bekerja sama dengan kepolisian melakukan razia kendaraan bermotor untuk mengecek kadar emisinya. Jika tak lulus uji emisi, kendaraan tersebut ditilang.
Kendaraan roda 2 yang ditilang dikenakan denda sebesar Rp250 ribu, sedangkan kendaraan roda 4 sebesar Rp500 ribu. Hal itu merujuk pada tilang kendaraan yang melanggar lalu lintas seperti dalam Pasal 285 Ayat 1 serta Pasal 276 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas serta Angkutan Jalan (LLAJ).
Namun, masih banyak kendaraan yang belum mematuhi uji emisi hingga kini. Menurut Pramono, uji emisi tak efektif karena belum ada tindakan tegas seperti larangan penggunaan mobil dan motor yang tak lolos uji emisi.
"Jadi selama ini pengecekan kan tidak mempunyai protokol struktur yang baku, sehingga harus dibakukan dan betul-betul seperti negara-negara di mana pun kalau memang enggak lolos emisi, ya jangan boleh jalan kendaraannya. Kalau itu untuk Jakarta, nanti saya akan kontrol," jelas Pramono.
Selain gas buang kendaraan bermotor, Pramono menilai sumber polusi di Jakarta juga disebabkan oleh asap pabrik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Jabodetabek dan tempat penyimpanan atau stockpile batubara seperti di kawasan Marunda.
Jika memenangkan Pilkada Jakarta, Pramono berjanji akan mendorong pengetatan operasional pabrik pembangkig listrik bersama pemerintah pusat.
"Ada 16 PLTU di sekitar Jakarta ini, selama ini meeka pakai batu bara. Harusnya diubah, sudah enggak boleh lagi pakai batu bara. Pakai gas, pakai pembangkit listrik tenaga surya, atau sampah. Kalau itu dilakukan, pasti tekanan polusinya akan turun," urainya.