Djawanews.com – Ekonom Senior Faisal Basri lagi-lagi mengeluarkan komentar pedas mengenai industri batu bara di Tanah Air Indonesia. Faisal menyebutkan bahwa keuntungan dari bermain di bisnis batu bara sangat nikmat dan dalam jumlah yang sangat besar. Kira-kira apa alasan Faisal mengeluarkan pernyataan itu? Apa maksud dibaliknya?
“Kenikmatan berbisnis batu bara tak ada habis-habisnya,” pernyataan itu ditulis Faisal dalam kalimat pertama pada blog pribadinya berjudul “Oligarki Batu Bara Kian Mencengkeram dan Untouchable” pada Minggu, 7 Februari.
Alasan Faisal Basri Menyebut Bisnis Batu Bara Bikin Cuan Besar
Mulai dari perpanjangan konsesi pertambangan yang identik dengan perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), lalu rente dari ekspor yang tidak dikenakan pajak khusus atau pungutan, sehingga berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar 1945, hingga fasilitas royalti nol persen bagi perusahaan batu bara yang mengerjakan proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME).
“Kenikmatan berbisnis batu bara tak ada habis-habisnya. Perpanjangan konsesi nyaris dalam genggaman, rente dari ekspor tak dikenakan pajak atau pungutan sehingga berpotensi melanggar UUD 1945. Bisa dapat fasilitas royalti nol persen juga jika menyulapnya menjadi DME (dimethyl ether) yang digadang-gadang sebagai pengganti LPG (Liquefied Petroleum Gas). Persyaratan lingkungan diperingan, sanksi pidana diubah jadi sanksi perdata, dan lebih mudah merambah kawasan hutan,” paparnya dalam blog pribadinya tersebut pada Selasa, 8 Februari.
Faisal Basri pun sempat menyinggung terkait krisis stok batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) hingga akhirnya membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa melarang ekspor batu bara. Namun, kebijakan itu pun cepat berubah. Pada pertengahan Januari 2022, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun mencabut larangan ekspor batu bara secara bertahap, bahkan berencana membubarkan PT PLN Batubara.
“Bulan lalu PT PLN sempat mengalami krisis stok batu bara yang membuat Kementerian ESDM mengambil langkah drastis berupa larangan ekspor batu bara selama bulan Januari 20022. Namun, selang beberapa hari kemudian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengumumkan pencabutan larangan ekspor itu,” tuturnya.
Pada 26 Januari 2022, dirinya pun sempat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk “Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara” yang diselenggarakan Universitas Tarumanagara.
Faisal Basri Singgung Soal Pemerintah Bakal Bubarkan PT PLN Batubara
Di acara ini pun dia menyinggung soal rencana pemerintah membubarkan PT PLN Batubara. Faisal menuturkan bahwa PLN Batubara selaku trader bertugas untuk menentukan jenis batu bara yang akan digunakan oleh PLN. Artinya, menentukan jenis batu bara yang akan digunakan bukan bagian dari tugas PLN, melainkan tugas PLN Batubara selaku trader.
“Kalau tidak salah ada 200 (jenis) batu bara yang cocok untuk PLN. Tapi PLN butuh cuma 100. Oleh karena itu, PLN butuh trader. Fungsi trader ada di mana-mana,” katanya.
Menurutnya, tak hanya bagi PLN, banyak perusahaan minyak dan gas memerlukan trader. Hal ini karena trader bertugas mencari batu bara dan menjual ke perusahaan-perusahaan yang memerlukan bahan bakar tersebut. Jadi, PLN Batubara bukan hanya menjual ke PLN, tetapi dapat juga menjual ke luar negeri. “Perusahaan migas juga punya trader karena tugas trader mencari batu bara dan menjualnya ke mana pun,” ujarnya.
Terkait krisis batu bara di dalam negeri, Faisal Basri pun berpendapat, untuk mengurai hal tersebut diperlukan penerapan pajak ekspor bagi baty bara. Supaya, bisa memberikan pengelolaan batu bara yang adil di Indonesia.
Sebab, masalah yang terjadi saat krisis batu bara adalah, karena adanya gap harga antara harga pasar batu bara yang saat ini sedang tinggi dengan harga parokan DMO yang ditetapkan oleh pemerintah hanya US$ 70 per ton. Dengan adanya pajak ekspor batu bara, menurut Faisal Basri, bisa menurunkan harga batu bara di dalam negeri.
“Indonesia punya amanat konstitusi namanya bumi, air, dan tanah dikuasai oleh negara tapi pro rakyat. Jadi negara hadir, negara berdaulat, negara punya otoritas, ambil sebagian dari benefit yang dinikmati oleh perusahaan batu bara. Sesederhana itu. Caranya apa? Cuma satu, bukan BLU (Badan Layanan Umum), sanksi. Tapi pajak ekspor,” pungkas Faisal Basri.
Dapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.