Djawanews - Kita patut berbangga. Hingga detik ini, Indonesia sudah berhasil mengamankan 67.465.600 dosis vaksin anticovid. Bahkan program vaksinasi di Indonesia jadi yang terbesar urutan ke-3 di Asia, setelah China dan India. Kok bisa?
Malam tadi, Senin 26 April, sebanyak 3,852 juta dosis vaksin siap pakai AstraZeneca dari Covax Facility sudah tiba di Indonesia. Ini jadi kedatangan vaksin ini gelombang kesembilan sejak 6 Desember 2020. Pesawat Emirates dengan nomor penerbangan EK-9258, tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, pukul 18.26 WIB.
Sebelumnya, pengiriman tahap pertama vaksin multilateral dari Covax Facility telah diterima Indonesia pada tanggal 8 Maret 2021 yaitu sebesar 1,1 juta dosis.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi mengungkap bagaimana caranya pemerintah bisa mendapatkan vaksin dari berbagai merek dalam jumlah yang banyak. Kata Retno, sejak awal pandemi dan hingga sekarang, pemerintah sudah bergerak cepat melakukan lobi internasional.
"Pemerintah Indonesia mengupayakan ketersediaan vaksin bagi kebutuhan dalam negeri sambil terus memperjuangkan kesetaraan akses vaksin bagi semua negara," kata Retno Marsudi, Senin (26/4) kemarin.
“Indonesia duduk sebagai salah satu co-chairs dalam Covax AMC Engagement Group. Kita prihatin menyaksikan terjadinya gelombang baru di banyak negara dunia serta ditemukannya varian-varian baru di beberapa negara,” lanjutnya.
Menurut Retno, pemerintah melihat kebutuhan dunia akan vaksin semakin meningkat dan terjadinya perlambatan pengiriman vaksin di seluruh dunia sehingga mengharuskan pemerintah Indonesia bekerja lebih keras agar ketersediaan vaksin yang aman bagi rakyat Indonesia dapat tercukupi.
“Kita terus berupaya agar program vaksinasi nasional dapat terus berjalan. Siang dan malam kita terus melakukan diplomasi agar kebutuhan vaksin kita tercukupi,” tuturnya.
Untuk diketahui, vaksin AstraZeneca telah masuk ke dalam emergency use listing (EUL) atau daftar penggunaan darurat WHO sejak 15 Februari 2021. Terdaftarnya vaksin tersebut di EUL WHO memungkinkan penggunaan darurat dan distribusi global melalui Covax.
EUL WHO itu melibatkan penilaian yang ketat terhadap data uji klinis fase II dan fase III akhir serta data-data lainnya yang substansial untuk memastikan keamanan, kualitas, dan kemanjuran vaksin.