Mata uang China Yuan Semakin Merosot di bawah Rp2.000!
Gejolak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China semakin berdampak pada perekonimian global. Salah satu dampanya adalah Mata uang Yuan semakin merosot akibat perang dagang tersebut.
Yuan Semakin Merosot, Apa Pengaruhnya Terhadap Rupiah?
Depresiasi yuan ternyata tidak hanya terhadap dolar AS, namun juga melawan rupiah. Dilansir dari CNBC Indonesia (29/8/2019), pelemahan yuan tersebut sudah terjadi sejak 5 Agustus.
CNBC mencatat jika pada perdagangan Rabu (28/8/19) yuan berada di level 7,1585/US$ atau sudah melemah 4% (sepanjang bulan Agustus). Sementara sejak awal tahun atau secara year-to-date (ytd) melemah 4,1%.
Pelemahan Mata Uang Yuan diakibatkan karena Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBoC) telah mendevaluasi yuan ke level terlemah—lebih dari satu dekade melawan dolar AS.
PBoC sendiri setiap harinya menetapkan nilai tengah yuan, dan membiarkan untuk bergerak menguat atau melemah (dengna nilai maksimal 2% dari nilai tengah).
Langkah tersebut membuat PBoC konsisten melemahkan nilai tukar yuan, hingga mencapai 7/US$ ke atas. Nilai tukar tersebut kini dianggap sebagai level kritis. Hal tersebut lantaran sejak krisis finansial, PBoC selalu menjaga nilai tukarnya di bawah level 7/US$.
Terkait dengan strategi yang dilakukan oleh PBoC, tentu akan memberikan efek positif bagi perekonomian di China. Depresiasi yang disengaja tersebut dapat memberikan keunggulan kompetitif dari sisi perdagangan internasional bagi China.
Mudahnya, apabila mata uang Yuan melemah maka produk-produk dari China akan menjadi lebih murah. Hal tersebut akan membuat permintaan pasar dapat meningkat, dan akan berdampak pesat pada peningkatan ekspor China.
China yang kini sedang terlibat perang dagang dengan AS,menggunakan momentum melemahnya yuan untuk menjual produknya agar lebih murah. Tentu hal tersebut dapat meredam penurunan permintaan akibat tingginya bea/tarif impor barang dari China.
CNBC juga mencatat jika nilai tukar yuan terhadap rupiah berada di level Rp 1991,23 pada Rabu (28/8) kemarin. Yuan dengan demikian melemah sebesar 2,16% sepanjang bulan Agustus dan 4,7% secara ytd, dan berada di level terlemah dua tahun.
Pelemahan yuan terhadap rupiah tersebut, tentu akan membuat usaha dalam negeri was-was. Bagaimana tidak, diprediksi barang-barang dari China akan membanjiri dan menginvansi pasar tanah air. Hal tersebut membuat barang tanah air kalah saing.
Yuan semakin merosot terhadap rupiah juga berdampak pada defisit Neraca dagang. Berdasarkan data CNBC Indonesia, dalam lima tahun terakhir impor non-migas mengalami kenaikan signifikan. Salah satu penyebabnya adalah karena tingginya permintaan barang asal China.