Perang dagang AS dan China secara tidak langsung berpengaruh pada kondisi ekonomi Indonesia.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China dikeluhkan berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Indonesia ikut merasakan dampak yang disebabkan karena perang dagang. Perang dagang tersebut menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia mengalami perlambatan.
Kondisi ekomoni Indonesia terkendala beberapa faktor domestik dan global
Dilansir dari cnbcindonesia.com, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia sepanjang kuartal II-2019 masih tumbuh. Namun pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan. Di kuartal II-2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05% (year on year). Angka tersebut lebih lambat daripada kuartal sebelumnya.
“Ekonomi Indonesia tumbuh tapi melambat,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Senin (5/8/2019).
Perlambatan ekonomi di Indonesia dikatakan telah terlihat sejak sejak kuartal III-2018. Pada kuartal tersebut pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh sebesar 5,17%. Padahal pada kuartal sebelumnya perekonomian dapat tumbuh mencapai 5,27%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2019 memang memiliki banyak tantangan. Tantangan tersebut berasal dari dalam negeri sendiri (domestik) maupun global. Padahal tantangan yang harus dihadapi Indonesia diperkirakan tetap berlanjut hingga akhir tahun.
“BPS enggak bisa prediksi sampai akhir tahun. Tapi saya sampaikan tantangan enggak mudah,” ungkap Suhariyanto.
Tantangan global terlihat dari pertumbuhan ekonomi global yang dilaporkan juga melambat. Selain itu perang dagang antara AS dan China yang diharapkan mereda justru kembali memanas. Negosisasi terakhir yang diupayakan kedua negara dikabarkan tak berakhir baik.
“Kembali lagi karena ada statement (pernyataan) Presiden AS (Donald Trump) di luar dugaan,” ungkapnya.
Tantangan dari dalam negeri sendiri juga harus diselesaikan. Indonesia harus memperbaiki kualitas dan kebijakan yang ada saat ini. Regulasi yang mudah juga dianggap perlu diadakan agar mampu menarik investasi lebih banyak ke dalam negeri.
“Di dalam negeri juga banyak tantangan seperti investasi kita harus di gerakan, jaga stabilitas politik dan kepastian hukum dan regulasi,” ungkap kepala BPS.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga ikut berkomentar terkait pasar Indonesia dan kondisi ekonomi Indonesia. Ia mengatakan bahwa saat ini, di kuartal II, konsumsi rumah tangga maupun belanja pemerintah dianggap masih sangat tinggi. Namun Sri Mulyani mengatakan bahwa investasi dan ekspor masih perlu ditingkatkan.
“Untuk ekspor tentu berkaitan dengan kondisi global, dan kinerja dari ekspor kita masih jauh. Namun dari sisi investasi tentu kita berharap sesudah adanya siklus politik ini di kuartal kedua, maka kuartal ketiga akan mulai pick up,” ujar Sri Mulyani.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menyatakan hal yang sama dengan ketua BPS. Ia mengakui bahwa kondisi ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi di Kuartal II-2019 memang biasanya penurunannya paling tinggi. Hal tersebut disebabkan karena ekonomi global yang juga sedang melambat.