Hari ini, Jumat (26/7) rupiah kembali melemah ke kisaran Rp 14.000/dollar AS.
Hari ini nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hingga siang menjelang penutupan pasar, nilai dolar AS terhadap rupiah terpantau kembali pada kisaran Rp 14.000.
Rupiah Kembali Melemah pada Angka Rp 14.000 per Dollar AS
Berdasarkan pantauan dari CNBC Indonesia, Jumat (26/7), pada pukul 12:00 WIB, nilai US$ 1 sudah dibanderol Rp 14.005 Rupiah. Hal tersebut berarti nilai rupiah melemah 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan pada hari Kamis sebelumnya (25/6).
Rupiah sudah terpantau melemah 0,11% saat pembukaan pasar dimulai, hingga depresiasi rupiah semakin dalam dan dolar AS kembali menembus level Rp 14.000.
Hal tersebut diakibatkan posisi dollar yang menguat di pasar global. Depresiasi juga dialami beberapa negara di Asia, namun dengan depresiasi 0,21% rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia.
Terkait dengan depresiasi rupiah tersebut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dilansir dari CNBC Indonesia (26/7) memberikan penjelasan jika melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disebabkan oleh faktor teknikal, bukan faktor fundamental.
Depresiasi dan naik turunnya nilai tukar rupiah terjadi akibat respon global yang terjadi di AS dan Eropa. Hal tersebut dipengaruhi oleh keputusan Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang mempertahankan suku bunga setelah sebelumnya diperkirakan akan menurun.
Meskipun demikian, nilai tukar rupiah masih dinilai stabil lantaran didorong aliran arus modal asing sebesar Rp 192,5 triliun pada 25 Juli lalu. Menurut Perry, premi risiko masih rendah dan imbal hasil investasi di Indonesia masih menarik.
“Nilai tukar masih bergerak stabil. Faktor-faktor aliran modal asing, faktor positif. Premi risiko kita rendah. Jadi, imbal hasil masih cukup menarik,” tutur Perry.
Hal yang menjadi perhatian adalah kemungkinan risiko Brexit yang dapat membuat dolar menguat, meski mata uang Euro menguat akhir-akhir ini. Hal tersebut dikarenakan Perdana Menteri (PM) yang baru Inggris Borris Johnson pro terhadap permasalahan Brexit.
Nilai tukar mata uang saat ini kemudian tergantung dengan bagaimana negosiasi antara Inggris dengan Uni Eropa (UE). Hal tersebut kemudian akan berimbas pada kondisi di Inggris yang membuat pound melemah, dan membuat dolar menguat.
Indonesia saat ini masih dalam kondisi yang stabil, lantaran inflow masih masuk dan kebijakan masih teruji kredibilitasnya, hal tersebut membuat imbal hasil masih menarik.
Meskipun rupiah kembali melemah, namun supply dan demand di Indonesia masih terus beredar di pasar dan membuat mekanisme dipastikan berjalan dengan baik.