Perang dagang AS dan Cina membuat rupiah kembali tak berdaya terhadap dolar AS, lantas, bagaimana dengan mata uang negara-negara Asia lainnya. ?
nilai tukar rupiah kembali kehilangan daya terhadap dolar Amerika Serikat atau AS di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Bahkan pelemahan rupiah terhadap dolar sudah terjadi selama sepekan.
Kamis kemarin, kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) alias Kurs tengah BI menempatkan rupiah di level Rp 14.458 per dolar AS. Rupiah terkoreksi sebesar 0,07 persen atau 10 poin dari posisi sebelumnya dalam perdagangan pada hari Rabu (15/5/2019).
Pergerakan rupiah yang masih sangat rentan di kurs tengah BI merupakan efek dari perang dagang As dengan China yang masih berlanjut hingga hari ini.
Akan tetapi Rupiah melemah tak sendirian, pelemahan mata uang ini juga terjadi di hampir seluruh negara-negara Asia. Terpantau, hanya, baht Thainland, ringgit Malaysia, Yen Jepang serta rupee India saja yang berhasil menguat terhadap dolar AS.
Kondisi ini menyebabkan para investor menjadi enggan untuk terjun di pasar keuangan negara berkembang, namun tak menghentikan langkah investor untuk memburu dolar AS yang tengah bersinar.
Adanya faktor eksternal membuat banyak investor cenderung untuk lebih defensif dan menunggu hingga kondisi kembali stabil.
Sejak rabu 915/5/2019) aksi jual barang ritel Amerika Serikat pada bulan April 2019 terkoreksi sebesar 0,2 persen dibandingkan Maret 2019 . padahal sebelumnya, reuters telah memperkirakan bakal ada pertumbuhan hingga 0,2 persen.
Adapun China juga mengalami hal yang sama. Aksi jual ritel di negeri tirai bambu tersebut pada April 2019 hanya mengalami kenaikan sebesar 7,2 persen YoY. Kenaikan ini masih berada dibawah prediksi konsesnsus sebesar 8,6 persen YoY.
penjualan barang-barang ritel yang tengah loyo di dua negara tersebut (AS dan China) membuat kondisi ekonomi global semakin lesu.
Kini, pemerintah AS sedang menggalakkan kenaikan tarif untuk barang-barang lain dari produk China, Belum lama ini dikabarkan pemerintah AS telah mengajukan proposal untuk membekukan tarif impor sebesar 25 persen atau senilai 300 miliar dolar AS, padahal sebelumnya, pemerintah AS sudah menerapkan kebijakan untuk menaikkan tarif untuk produk China sebesar 200 miliar dolar AS pada pekan lalu.
Ini Artinya, potensi eskalasi perang
dagang AS dengan China masih akan terus berlanjut jika tarif
baru diterapkan pada barang-barang China yang sebelumnya dinilai aman-aman
saja.