Minyak goreng curah dilarang beredar dinilai merugikan berbagai pihak.
Langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) melarang peredaran minyak goreng cudah menuai polemik. Ketika minyak goreng curah dilarang beredar, tentu para pedagang akan terkena dampaknya secara langsung.
Aturan larangan penjualan minyak goreng culah akan dimulai pada Januari tahun 2020 oleh Kemendag. Alasan tidak hieginis, tidak sehat, dan penakaran yang kadang tidak sesuai menjadi dasar Kemendag melarang peredaran mnyak goreng curah di pasaran.
Namun perlu untuk diketahui, hingga saat ini penggunaan minyak goreng curah masih mendominasi. Terlebih rata-rata pengusaha minyak goreng curah merupakan pedagang kecil, yang diprediksi akan gulung tikar dan kebijakan pelarangan minyak goreng curah dianggap menguntungkan pengusaha besar.
Nasib Pedagang Ketika Minyak Goreng Curah Dilarang
Terkait pelarangan minyak goreng curah, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dilansir dari republika (9/10) menyatakan jika untuk saat ini minyak goreng curah masih menjadi pilihan bagi para masyarakat kecil.
Terkait dengan alasan peralangan minyak goreng curah, JK menyatakan jika sebenarnya pada pembeli minyak curah sudah paham dengan kualitas dari produk yang dibelinya.
“Ya, memang mau beli murah ya tak mungkin kualitasnya tinggi, ya kan. Itu hukum dasarnya. Beli murah tentu kualitasnya beda,” kata JK.
Jusuf Kalla menyatakan, belum mendengar penjelasan langsung dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait rencana pelarangan tersebut. Karena itu, JK belum dapat memastikan alternatif yang ditawarkan pemerintah kepada pedagang maupun industri minyak curah. “(Karena itu) saya tidak tahu alasannya Menteri Perdagangan (keluarkan larangan minyak goreng itu),” ujar JK.
Minyak Goreng Curah Dilarang, Penjual Nasi Padang Mengancam!
Merdeka.com melakukan investigasi atas imbas dilarangnya minyak goreng, seorang pedagang Nasi Padang yang bernama Martini mengeluhkan keputusan pemerintah tersebut.
Martini selama ini menggunakan minyak goreng curah karena memiliki harga lebih murah. Dalam sehari Martini membutuhkan sekitar 5—7 liter minyak goreng dan apabila dihitung pengeluaran untuk minyak curah sekitar Rp52.500 sampai Rp73.500 per harinya.
Martini keberata untuk beralih ke minyak kemasan, lantaran kebutuhan minyak akan semakin memingkat lantaran minyak kemasan memiliki harga yang relatif lebih mahal.
Apabila kebijakan pelarangan penjualan minyak curah ditetapkan, Martini menyatakan jika dirinya tidak segan menaikkan harga nasi padang. “Bisa naik harganya, karena nggak ada pedagang mau rugi. Kita pun sama. Minyak itu termasuk kebutuhan utama memasak ya. Jadi pasti ada naiknya,” ungkap Martini.
Apabila minyak goreng curah benar dilarang, (sebagaimana alasan yang telah dikemukakan) sebaiknya juga dilakukan langkah konret dalam melakukan pembinaan usaha kecil minyak goreng curah. Bukan asal gusur, bukan?