PMK No 146 Tahun 2017 berkaitan dengan kebijakan tarif cukai tembakau gagal diberlakukan kembali tahun ini.
Kesuksesan Menteri Keuangan Sri Mulyani atas reformasi sektor perpajakan, membuat dirinya diminta menerapkan hal yang sama pada bea dan cukai, terutama pada kebijakan tarif cukai tembakau pada Industri Hasil Tembakau (IHT).
Kebijakan Tarif Cukai Tembakau, Siapa yang Dirugikan?
Berkaitan dengan kebijakan tersebut Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan jika Sri Mulyani juga perlu melakukan pembenahan berkaitan IHT.
Hal tersebut berkaitan dengan kondisi di lapangan yang saat ini masih ada pabrik besar asing dengan penghasilan triliunan dan hanya membayar tarif cukai rendah.
Berkaitan dengan kebijakan penggabungan batasan produksi, hal tersebut ditujukan untuk pengendalian produksi, agar tercapainya komposisi persaingan yang imbang antara industri besar dengan yang kecil.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan 146/2017, kebijakan penggabungan batasan produksi sempat diwacanakan. Kebijakan tersebut mengatur pabrikan besar asing yang produksi gabungannya (SKM dan SPM) melebihi 3 miliar batang per tahun harus membayar cukai tertinggi.
Namun, kebijakan tersebut kembali ditunda pada tahun ini oleh Sri Mulyani.
Banyak pihak yang berkeinginan agar pemerintah melanjutkan rencana tersebut. Kebijakan tersebut dinilai mengoptimalisasi penerimaan negara dan kebijakan cukai.
Dari berbagai pihak yang tidak menyetujui kebijakan tersebut, di antaranya adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sebagaimana yang diterangkan oleh Wakil Ketua Umum PBNU KH Mochamad Maksum Mahfoedz yang menolak jika ada rencana penyederhanaan dan penggabungan batas produksi cukai pada PMK.
“PMK No 146 Tahun 2017 batal diberlakukan per Januari 2019 karena penolakan dari berbagai pihak di masyarakat, salah satunya PBNU,” kata Maksum dilansir dari kontan.co.id, Selasa (16/7).
Terkait denga kebijakan tersebut, Maksum meminta agar pemerintah bersikap adil dan mendengarkan pendapat berbagai pihak. Menurutnya pemberlakuan simplifikasi dan penggabungan akan berdampak luas kepada berbagai pihak.
Ketika kebijakan tersebut diberlakukan, salah satu yang dirugikan adalah industri pabrik rokok kecil. Akibat dari kebijakan penggabungan tersebut, maka pabrikan rokok kecil tidak memiliki cara selain selain menaikkan harga.
Saat ini yang menjadi daya tawar industri rokok kecil adalah harga yang ditawarkan yang sangat terjangkau. Kemudian ketika pabrik rokok kecil yang memiliki buruh terbatas dan harus membeli pita cukai lebih mahal, maka ketika harga rokok naik para konsumen akan beralih ke produk lain yang dimiliki pabrikan besar.
Dengan adanya penyederhanaan cukai tembakau, dapat dimungkinkan adanya akuisisi-akuisisi perusahaan kecil yang dilakukan oleh perusahaan besar. Sehingga menyebabkan pelaku usaha berkurang dan terjadi oligopolisasi.
Hingga saat ini pemerintah masih menimbang-nimbang kebijakan tarif cukai tembakau dengan mengenakan penyederhanaan tarif cukai tembakau (simplifikasi tarif cukai).