Pasar ekspor minyak sawit terbesar Indonesia dikabarkan telah direbut oleh negara Malysia.
Minyak kalapa sawit selama ini jadi salah satu andalan ekspor Indonesia. Namun beberapa waktu terakhir terdengar kabar bahwa pasar ekspor minyak sawit terbesar yang dimiliki Indonesia telah direbut. Hal tersebut menjadikan permintaan minyak sawit Indonesia jadi berkurang.
Pasar ekspor minyak sawit Indonesia direbut Malaysia
Pada tahun2019 awal, India mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan bea impor bagi produk minyak sawit dari Malaysia. Kebijakan tersebut secara langsung berdampak pada Indonesia. Adanya kebijakan tersebut membuat Malaysia mulai mengganti kedudukan Indonesia. Padahal India selama ini jadi salah satu pasar potensial bagi minyak sawit Indonesia.
India memang jadi importir terbesar dalam hal perdagangan sawit di seluruh dunia. Tetapi pada bulan Januari lalu, India memutuskan untuk memangkas bea impor untuk pengiriman minyak sawit. Pemangkasan tersebut sebanyak 4%, dari 54 persen menjadi 50 persen.
Meskipun ada pemangkasan, pengiriman minyak sawit yang berasal dari Malaysia diturunkan. Bea yang dikenakan dari minyak sawit Malaysia hanya sebesar 45 persen.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah India bukan tanpa sebab. Adanya Perjanjian Kerjasama Ekonomi Komprehensif antara India dan Malaysia ditengarai jadi faktor utama. Perjanjian tersebut ditandatangani satu dekade lalu.
Volume ekspor Malaysia secara perlahan menyalip volume ekspor minyak sawit Indonesia ke India. Bahkan ini jadi kali pertama pangsa pasar minyak sawit Indonesia di India anjlok dan posisinya berada di bawah Malaysia.
Penurunan volume ekspor sawit Indonesia dan Malaysia didasarkan pada data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki). Menurut data Gapki, ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan minyak sawit olahan Indonesia ke India pada periode Januari-Mei 2019 mencapai 1,84 juta ton.
Di periode yang sama pula, ekspor CPO dan minyak sawit olahan asal Malaysia ke India lebih tinggi, yakni mencapai 2,21 juta ton. Menanggapi hal tersebut pihak Indonesia juga meminta India untuk memotong bea atas pengiriman minyak sawit dari Indonesia menjadi 45 persen.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono berharap agar penyerapan minyak sawit dalam negeri dapat ditingkatkan. Peningkatan penyerapan minyak sawit dalam negeri dapat dilakukan untuk menyiasati anjloknya harga minyak sawit menyusul adanya perkiraan kenaikan produksi pada 2019.
“Tahun 2019 diharapkan ada tambahan produksi 4 juta ton. Biasanya tambahan produksi hanya sekitar 2 juta ton,” kata Joko Supriyono.
Produksi minyak sawit Indonesia di tahun 2018 mencapai 43 juta ton. Namun kelebihan produksi diperkirakan akan terjadi karena sawit yang ditanam 15 tahun lalu mulai produktif.
Penambahan produksi yang lebih besar diprediksi oleh Joko juga akan terjadi hingga lima tahun mendatang. Jika penyerapan minyak sawit dalam negeri dan ekspor minyak sawit juga rendah, harga minyak sawit diperkiarakan akan anjlok. Joko meminta agar produksi minyak sawit mentah (CPO) dapat diserap di dalam negeri agar harga sawit tidak terkoreksi.