Perang dagang bisa mengancam pasar modal Indonesia.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China masih menjadi perbincangan. Pertikaian kedua negara tersebut juga berdampak pada perlambatan ekonomi dunia. Indonesia sendiri sedikit banyak juga merasakan dampak dari perang dagang. Meski tidak secara langsung, Indonesia harus mewaspadai dampak perang dagang ke depannya.
Perang dagang tak banyak pengaruhi ekonomi Indonesia
Dilansir dari Djawanews, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ekonomi Indonesia sepanjang kuartal II-2019 masih tumbuh. Namun pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan. Di kuartal II-2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05% (year on year). Angka tersebut lebih lambat daripada kuartal sebelumnya.
Meski ekonomi tetap tumbuh, Indonesia tidak boleh lena. Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengingatkan bahwa kondisi perekonomian global masih dibayangi masalah perang dagang antara AS-China. Hal tersebut bisa berdampak pada pasar modal.
Wimboh Santoso selaku Ketua Komisioner OJK juga mengingatkan hal yang sama. Jangan sampai Indonesia lengah dalam mengantisipasi dampak perang dagang. Kondisi perekonomian global yang belum membaik diam-diam bisa mengancam ekonomi nasional.
“Tensi trade war antara Amerika dan Tiongkok diperkirakan berlanjut dan bahkan sudah mengarah ke currency war,” ungkap Wimboh saat Hari Ulang Tahun Pasar Modal ke-42 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (12/8).
Menurut Wimboh, Dana Moneter Internasional atau IMF sebelumnya juga sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Penurunan dari 3,3 persen menjadi 3,2 persen. Tidak hanya IMF, beberapa bank sentral di beberapa negara juga melonggarkan kebijakan moneternya.
Negara India jadi salah satu negara yang menurunkan tingkat suku bunganya. Suku bunga diturunkan hingga 35 basis poin (bps) dan Bank Indonesia (BI) yang memangkas 25 bps.
“Ini mengindikasikan tantangan dari perlambatan ekonomi global masih mewarnai ekonomi domestik dan juga tentunya kinerja pasar modal kita ke depan. Untuk itu, kita semua harus merespons dinamika ini dengan cepat dan tepat,” jelas Wimboh.
Untuk mengantisipasi perang dagang, Wimboh mengatakan bahwa Indonesia perlu melakukan pendalaman pasar modal dengan lebih optimal. Pendalaman bisa dilakukan mulai dari sisi supply, demand, hingga menyempurnakan infrastuktur.
Dari sisi supply, Wimboh menerangkan perlu ada peningkatan instrumen dan basis jumlah emiten. Dari sisi demand harus bisa meningkatkan jumlah investor pasar modal.
Infrastruktur pasar modal juga diperbaharui. Pasar Modal Indonesia bisa mengadaptasikan teknologi yang lebih mudah, cepat, dan transparan. Dengan demikian, dampak dari perang dagang antara AS-China bisa lebih diminimalisir.
“Upaya-upaya tersebut tentu harus dilengkapi sinergi yang baik dengan berbagai pihak, dan penguatan fundamental emiten melalui penerapan manajemen risiko dan juga tata kelola yang baik,” ungkap Wimboh menjelaskan antisipasi perang dagang.