Analisa pasar CPO dan masa depan minyak kelapa sawit.
Crude Palm Oil atau yang sering disingkat CPO, saat ini masih tergerus. Anjloknya bahan minyak goreng sawit tersebut membuat pertanyaan terkait masa depan minyak kelapa sawit di Indonesia.
Masa Depan Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia
Indonesia sebagai negara terbesar penghasil CPO, ironisnya masih sulit keluar dari tekanan, terkait sentimen peningkatan produksi yang masih menjadi beban dan membuat harga sulit naik.
Sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia (8/8) harga CPO kontrak pengiriman Oktober stagnan pada MYR 2.101/ton atau US$ 500/ton. Penyebab anjloknya harga CPO adalah ada tekanan dari penurunan harga minyak kedelai di pasar Chicago Board of Trade (CBOT) sebesar 1,1% pada Selasa (6/8).
Penyebab turunnya CPO jika didalami lebih, dapat mengerucut ke pengaruh perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Hal tersebut dikarenakan lantaran perang dagang minyak kedelai mengalami penurunan.
Sebagaimana diketahui, minyak kedelai adalah rival CPO, lantaran hampir seluruh fungsinya dapatnya digantikan oleh minyak kedelai dan dipercaya lebih menyehatkan. Sehingga jika harga kedelai turun maka akan memberikan pengaruh sama terhadap harga CPO.
Saat ini China telah menyatakan menghentikan pembelian produk pertanian asal AS, tidak terkecuali minyak kedelai. Tentu, hal tersebut akan memberikan pengaruh global, dikarenakan China adalah negara pengimpor kedelai terbesar dari AS.Pemboikotan yang dilakukan oleh China, membuat stok kedelai akan berlebih dan membuat keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) menjadi terganggu.
Di luar pengaruh politik, produksi CPO saat ini juga memasuki masa sulit lantaran adanya sentimen negatif dari siklus perkebunan sawit yang memasuki masa rehat dengan adanya musim kemarau panjang di negara-negara penghasil CPO.
Namun dalam jangka panjang harga CPO tampaknya masih akan berada dalam tren turun. Penyebab utama sebanarnya adalah jumlah produksi CPO dunia yang memang berlebihan.
Faktor lain yang menyebabkan harga CPO anjlok adalah lantaran terlalu banyak produksi CPO di pasar. Saat ini jumlah produksi CPO Indonesia mencapai 47 juta ton tersebut dan menempatkan Indonesia menjadi negara produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Hal tersebut diperburuk dengan penolakan Uni Eropa (UE) terhadap minyak kelapa sawit. Indonesia saat ini tengah menghadapi pelarangan ekspor CPO oleh Uni Eropa yang dikaitkan dengan komitmen penggunaan energi berkelanjutan.
UE juga menyebut jika CPO Indonesia tidak ramah lingkungan, sehingga menggunakan minyak nabati produksi Eropa sendiri. Terkait masa depan minyak kelapa sawit dan penggunaan energi biodisel dari CPO, hal tersebut lebih dipengaruhi oleh sentimen politik global.