Penurnan suku bunga acuan membawa berkah bagi perbankan.
Bank Indonesia kembali memangkas suku bunga acuan seiring pertumbuhan ekonomi global yang melambat akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China.
Pada Kamis (24/10/2019) lalu, Dewan Gubernur Bank Indonesia bersepakat untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) ke posisi 5 persen.
Sampai saat ini, bank sentral tercatat memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali dengan total penurunan sebesar 100 bps. Pada September 2019 lalu, BI juga memotong 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 bps ke level 5,25 persen.
Saham bank menarik untuk diburu
Mengutip CNN Indonesia, Analis Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan, Langkah bank sentral memangkas suku bunga acuan mendapat sambutan baik dari para pelaku pasar.
Coba saja lihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil meroket 1,13 persen ke level 6.339 pasca pemangkasan suku bunga acuan pada kamis kemarin.
Pertumbuhannya lebih besar ketimbang saat Presiden Jokowi melantik Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 pada Rabu (23/10/2019). Pelantikan para pembantu presiden tersebut hanya mampu mendorong IHSG sebesar 0,52 persen ke posisi 6.257.
“Penurunan suku bunga itu meringankan beban dunia usaha,” kata Alfatih kepada CNN Indonesa.
Ia menilai, pelonngaran moneter ini dapat menjadi katalis bagi sektor perbankan. Sebab, kebijakan tersebut akan diikuti dengan penurunan suku bunga deposito, sehingga biaya dana perbankan dapat ikut menyusut.
“Bunga deposito nasabag yang merupakan pos pengeluaran akan disesuaikan, dan marjin bunga bersih akan semakin bertambah besar,” terangnya.
Selanjutnya, bank juga akan memotong tingkat suku bunga krefit. Namun, transmisi penurunan bunga kredit biasanya memakan waktu yang lebih lama ketimbang deposito. Karena, perbankan mempertimbangkan sisi kompetensi bisnis dan likuiditas.
Alfatih menyarankan untuk memburu saham-saham PT Bank Rayat Indonesia (BBRI), PT Bank negara Indonesia (BBNI), PT Bank Mandir (BMRI) dan Bank Central Asia (BBCA).
Dari beberapa bank tersebut, hanya BNI dan BRI saja yang sudah merilis laporan kinerja keuangan di kuartal II 2019. Sayangnya, laba bank milik BUMN tersebut hanya bertambah satu digit ketimbag periode yang sama tahun lalu yang tumbuh sekitar 2 digit.
BNI hanya berhasil memperoleh laba sebesar Rp 12 triliun atau naik 4,7 persen d periode yang sama tahun lalu. Laba perseroan berhasil terkerek 12,6 persen secara tahunan.
Di sisi lain, BRI berhasil membukan laba Rp 24,8 triliun di kuartal III 2019. Cuma tumbuh 5,36 persen dari periode yang sama tahun lalu yakni sebesar Rp 23,47 triliun.
Padahal di periode lalu, laba BBRI ini tercatat pernah meroket hingga 14,6 persen secara tahunan. Sedangkan BCA dan Mandiri belum rilis laporan keuangan mereka.
Alfatih mengatakan, meskipun terlihat lesu, namun ia optimis kinerja perbankan akan dapat membaik di kuartal IV 2019.
“Biasanya akhir tahun, kinerja bank lebih positif, karena beberapa transaksi pemerinta terjadi di akhir tahun,” terangnya.
Pada Jumat (25/10/2019) saham Bank BRI terkoreks 1,63 persen ke level 4.230 per lembar saham. Akan tetapi saham BBRI berpotensi reborn ke level Rp 4.350-4.380.
Jika laju saham mampu menembus posisi tersebut, maka Saham BBRI dapat tumbuh hinga Rp 4.500-Rp 4.600 per lembar saham.