Harga minyak diprediksi anjlok hingga 4 persen pada tahun ini.
Harga minyak mentah tengah merosot di bursa West Texas Intermediate (WTI) ke level 55,10 dollar Amerika Serikat per barel alias anjlok sebesar 2,84 persen pada perdagangan Jum’at (30/8/2019).
Anjloknya harga minyak membuat negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam Organizaioan of the Petrolium Exporting Countries (OPEC) memangkas potongan produksi minyak mereka.
Padahal permintaan minyak dunia diprediksi bakal lebih tinggi sebesar 1,3 juta barel per hari pada 2019. Angka ini naik lebih besar ketimbang proyeksi bulan Juli yakni sebesar 0,1 sampai 1,4 juta barel per hari.
Perang dagang AS-China sebabkan harga minyak loyo
Redupnya kemilau harga minyak dsinyalir dari adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang masih terus berlanjut hingga hari ini.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Reuters beberapa waktu lalu, para analis memotong prediksi mereka terhadap harga minyak mintah di posisi terendah selama 16 bulan terahkir.
Ramalan tersebut dimulai dari sentimen global yakni perang dagang antara AS dengan China serta perlambatan ekonomi yang terus menghantui hingga saat ini.
Menurut hasil survei terhadap 51 ekonomom serta analis meramalkan, harga minyak Brent bakal berada di posisi 65,02 dollar AS per barel pada tahun ini atau anjlok seitar 4 persen dari prediksi pada bulan sebelumya yakni sebesar 67,47 per barel
Posisi harga minyak tersebut menjadi yang paling bawah pada tahun 2019 untuk Brent Maret 2018. Pada tahun ini, harga Minyak di Brent telah dicancang pada level rata-rata sebesar 65,08 dollar AS per barel.
Di sisi lain, prediksi harga minyak tahun 2019 untuk minyak mentah berjangka di West Texas Intermediate (WTI) tengah diturunkan ke posisi terendah sejak awal tahun 2018 yakni sebesar 57,90 dollar per barel.
Pemangkasan ini dibawah proyeksi awal yakni 59,29 per barel pada bulan kemarin. Sementara itu, sejak Januari 2018 lalu, Harga minyak di WTI dipatok di level rata-rata 57,13 dollar AS per barel.
Analis ANZ Soni Kumasari mengungkapkan, perang dagang antara AS-China yang beerlangsung sejak lama serta munculnya potensi perlambatan ekonomi dunia telah menyababkan harga minyak menjadi redup pada tahun 2019.
“Konflik perdagangan yang berlarut-larut bisa memperdalam perlambatan ekonomi dan selanjutnya berdampak pada pertumbuhan permintaan (minyak),” terang Soni seperti dikutip dari Bisnis.com.
Sebagai informasi, perang dagang antara AS-China tersebut telah menjadi alasan utama terhadap penurunan harga minyak sekitar 20 persen dari posisi tertinggi pada April 2019. Hubungan AS-China kembali menegang pasca Beijing mengumumkan kenaikan tarif impor minyak mentah AS pada minggu lalu.