Djawanews.com – Wacana penundaan Pemilu 2024 yang mengarah langsung pada perpanjangan masa presiden Indonesia jabatan ramai dibicarakan usai para menteri dan ketua umum Partai Politik (Parpol) melemparkan isu tersebut.
Terkait wacana tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan detail perbedaan antara Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam wacana perpanjangan masa jabatan presiden ini.
"Jokowi diam-diam menskenariokan, pertama untuk 3 periode. Itu mungkin agak susah. Kedua, perpanjangan masa jabatan sambai 2027, dan penundaan pemilu yang konsekuensinya ya perpanjangan masa jabatan juga," ungkapnya, dikutip dari laman YouTube pribadinya, Senin 28 Maret.
Karena, lanjut Refly bahwa tidak mungkin ada penjabat presiden atau presiden caretaker.
"Ya jadi kalau belum ada presiden baru yang dilantik, maka presiden lama masih menjabat," ujarnya.
Sementara pada masa SBY, kata Refly, tidak pernah mendengar ada isu perpanjangan masa jabatan baik dari menteri dan partai koalisi pemerintah yang menunjukkan SBY tidak tergoda.
Hal inilah yang menjadi perbedaan essensial antara Era SBY dan Jokowi dalam menanggapi perpanjangan masa jabatan.
"Dari menteri SBY, kita tidak pernah mendengar isu itu, sedangkan menteri Jokowi, Bahlil Ngomong paling tidak, Airlangga ngomong, Luhut ngomong, Muhaimin Iskandar ngomong, dan Zulkifli Hasan ngomong," pungkasnya.