Djawanews.com – Banyak elite partai politik yang mengingatkan Presiden Jokowi agar menaati konstitusi usai polemik penundaan Pemilu Serentak 2024. Namun pernyataan Jokowi terkait penundaan pemilu beberapa waktu lalu masih dianggap bersayap.
Pasalnya, di satu sisi kepala pemerintahan mengklaim diri taat konstitusi, tapi di sisi yang lain justru mempersilakan pihak-pihak yang memiliki gagasan penundaan pemilu untuk bersuara.
Pernyataan Jokowi itu dinilai membuka peluang adanya upaya mengubah aturan di masa jabatan presiden di dalam UUD 1945. Apalagi jika melihat pernyataan lanjutan Jokowi, yang menegaskan bahwa dalam tataran praktik aturan konstitusi nantinya, semua pihak harus taat dan patuh.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengingatkan kepada Jokowi agar belajar dari pengalaman pemimpin-pemimpin sebelumnya, misalnya seperti sikap Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Pangi menjelaskan, di akhir masa periode keduanya SBY juga dihantam dengan iming-iming perpanjangan masa jabatan presiden. Akan tetapi, sikapnya tetap tegak lurus dengan amanat UUD 1945.
"SBY di akhir periode kedua pemerintahannya mengatakan selalu ada pilihan, 'mari kita wariskan kepada anak cucu kita dan generasi mendatang sebuah tatanan dan tradisi politik yang baik'," ujar Pangi, dikutip dari rmol.id, Senin 7 Maret.
Lebih lanjut, Pangi yang juga pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengutip pemikiran Samuel P. Huntington terkait karakteristik utama negara demokrasi.
Huntington menyebutkan, ciri negara demokrasi adalah ketika terjadi pergantian kepemimpinan (presiden) secara teratur (periodik). Intinya demokrasi adalah cara-cara untuk menetapkan otoritas sekaligus juga membatasi otoritas kekuasaan presiden.
"Pemilu (voting) sangat krusial di dalam instrumen demokrasi, dianggap sebagai kegiatan politis yang paling penting dan sangat esensial untuk diselenggarakan pemilu secara reguler (periodik) oleh negara yang menyebut dirinya demokratis," ucap Pangi.
Karena itu, Pangi memandang penundaan pemilu yang berimbas pada perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi tidak sesuai dengan konsep demokrasi dan juga Pasal 7 UUD 1945.
"Ini sama saja melawan otoritas dan mengacaukan siklus demokrasi yang membatasi masa jabatan rezim pemerintah berkuasa," tuturnya.
"Berkuasa adalah candu, akan tetapi jauh lebih berkelas Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatan presiden dengan happy ending," pungkas Pangi.