Djawanews - Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri telah rampung memeriksa serbuk putih dan cairan --barang bukti penggeledahan Densus 88-- dari bekas Sekretariat Front Pembela Islam (FPI) di Jalan Petamburan, pekan lalu. Polisi memastikan, itu adalah bahan baku pembuatan bahan peledak TATP.
Penegasan ini sekaligus membantah klaim bekas anggota FPI yang menyebut Densus 88 cuma mengambil cairan pembersih toilet. Polisi menegaskan, bahan baku itu belakangan ini sering dipakai para kelompok teror di Timur Tengah.
"Yang kedua, bahan kimia yang mudah terbakar dan rentan digunakan sebagai bahan pembuatan bom molotov. Dan yang ketiga bahan kimia yang merupakan bahan baku peledak TNT," ucap Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Ahmad Ramadhan, pekan lalu seperti diwartakan dari Humas Polri.
Ahmad memilih tak mau menjelaskan detail soal barang bukti yang diamankan Densus 88. Sebagai informasi, penggeledahan di Petamburan merupakan rangkaian dari penangkapan Munarman oleh Densus 88. Polri tak mau pengetahuan tentang barang bukti ini malah jadi bahan pembelajaran bagi masyarakat umum jika dijelaskan secara rinci.
Kombes Ahmad menegaskan, kalau ada pihak yang menuding Densus 88 membawa cairan pembersih toilet, adalah salah. “Pada saat ditemukan, di antaranya ada pembersih toilet. Jadi bukan semua barang tersebut pembersih toilet. Dipelesetkan bahwa yang ditemukan Densus adalah pembersih toilet,” paparnya.
Sebelumnya, Kabag Penum Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, menuturkan bahwa Munarman ditangkap lantaran mengikuti baiat di tiga kota.
"Jadi terkait dengan kasus baiat di UIN Jakarta kemudian juga kasus baiat di Makassar dan ikuti baiat di Medan,” papar Ahmad, Selasa (27/4) lalu. Munarman usai ditangkap Densus 88 langsung diboyong ke Polda Metro Jaya dengan mata tertutup.
Munarman sudah ditetapkan tersangka dugaan keterlibatan aksi terorisme sejak 20 April lalu. Seminggu berselang, Munarman baru ditangkap Densus 88 Antiteror.
Munarman masih diperiksa maraton oleh penyidik Densus 88. Apa yang dilakukan polisi ini sudah sesuai dengan UU yang berlaku.
"Ini dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 diatur dalam Pasal 28 ayat 1 penangkapan dilakukan selama 14 hari terkait dengan dugaan tindakan aksi terorisme,” beber Kombes Ahmad.
"Kemudian di Pasal 28 ayat 2 jika dibutuhkan maka bisa dilakukan penambahan selama 7 hari. Artinya dalam hal ini, tim penyidik masih dalam proses pendalaman untuk kasus saudara M,” terangnya.