Djawanews.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mangatakan sebanyak 3.830 orang yang terkonfirmasi positif COVID-19, terdeteksi berkeliaran di ruang publik seperti restoran, bandara dan pusat perbelanjaan. Hal ini menyebabkan sistem pelacakan kontak COVID-19 terkonfirmasi di Indonesia dipertanyakan.
Terkait hal itu, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia mengaku "tidak memiliki wewenang secara hukum dan kemampuan medis" untuk menangani orang-orang dengan COVID-19 yang berkunjung ke pusat perbelanjaan, serta mempertanyakan penanganan pemerintah terhadap mereka yang terkonfirmasi positif.
Sementara itu, pemerintah mengklaim orang-orang berstatus hitam di aplikasi PeduliLindungi (mereka yang terkonfirmasi positif dan memiliki riwayat kontak erat) dan kedapatan berkeliaran di ruang publik "segera dipindahkan ke fasilitas isolasi terpusat terdekat".
Namun epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Masdalina Pane, menilai insiden ini menandakan bahwa sistem pelacakan (tracing) COVID-19 di Indonesia belum berjalan dengan baik.
"Di-tracing itu artinya diidentifikasi kontak eratnya, dinilai status kesehatannya, dimonitor isolasi karantinanya. Kalau dia masih berkeliaran, itu artinya kita belum mampu melakukan containment dengan baik," kata Masdalina dikutip dari BBC News Indonesia, Selasa, 14 September.
Menurut Masdalina, seharusnya pemerintah langsung melakukan tindakan terhadap mereka yang terkonfirmasi positif, sehingga tidak berkeliaran dan membuat warga was-was dan curiga dengan orang di sekitarnya.