Djawanews.com – Terkait kebijakan larangan ekspor batu bara, pemerintah dinilai tak konsisten. Pasalnya, belum sampai dua pekann setelah diberlakukan, larangan ekspor tersebut justru dicabut.
Diketahui, dalam keputusan awal, larangan tersebut berlaku satu bulan. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa kecenderungan pemerintah yang kerap kali mencabut sebuah kebijakan dalam periode waktu yang singkat dapat berimbas pada efektivitas kebijakan.
"Kami berharap ke depannya Kementerian ESDM juga mementingkan aspek konsistensi, jangan sampai nanti efektivitas dari kebijakan pemerintah itu menjadi rendah karena diputuskan di satu saat, tidak lama kemudian direvisi," kata dia, Selasa (11/1). Dilansir dari Kompas.com.
"Kita telah melihat hal ini dalam pengelolaan Covid-19 di awal. Jangan sampai masalah efektivitas kebijakan ini kemudian juga merambah sektor minerba (mineral dan batu bara), terkait suplai batu bara dalam negeri," ujar Eddy.
Eddy yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai pemerintah kurang tegas dalam menyikapi kebijakan pemenuhan suplai batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
Ketentuan mengenai DMO tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 139.K/HK.02/MEM.B/2021. Ketentuan itu mengatur kewajiban pelaku usaha untuk memasok 25 persen dari total produksi batu baranya untuk kebutuhan dalam negeri.
"Harus ada pengawasan ketat terhadap pemenuhan DMO batu bara. Oleh karena itu harus ada pengawasan yang betul-betul fokus harus menyeluruh dan harus ada mekanisme sanksi bagi mereka yang tidak memenuhi kebutuhan DMO tersebut," ujar Eddy.
Diketahui pemerintah telah mencabut kebijakan larangan ekspor batu bara yang rencananya diberlakukan selama sebulan, yakni 1-31 Januari 2022. Pencabutan larangan ekspor dilakukan setelah tiga negara, yakni Jepang, Korea Selatan, dan Filipina memproteks kebijakan tersebut. Dengan pencabutan larangan itu maka aktivitas ekspor batu bara bisa kembali dilakukan pada 12 Januari 2022.
Padahal kebijakan tersebut diambil lantaran awal Januari ini, PLN mengalami kekurangan pasokan batu bara. Hal itu mengancam ketersediaan listrik bagi 10 juta pelanggan perusahaan listrik pelat merah itu, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaludin, pada 1 Januari 2022 menjelaskan, jika larangan ekspor batu bara tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam.
“Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022," ujar dia. Dilansir dari Kompas.com.
Baca artikel terkait Kebijakan Pemerintah. Simak berita menarik lainnya hanya di Djawanews dan ikuti Instagram Djawanews.