Dilansir dari blog.netray.id: Sebagai salah satu instrumen guna membendung penyebaran virus Covid-19, keberadaan tes semacam PCR dan antigen tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain penerapan protokol kesehatan dan mengurangi interaksi langsung, melakukan tes secara rutin menjadi prasyarat wajib, terutama bagi mereka yang mendapat kelonggaran aturan karena bergerak di bidang esensial. Mengetahui kondisi kesehatan dengan cepat dan dalam skala masif untuk masyarakat, akan sangat membantu pemerintah dalam mengambil kebijakan penanggulangan pandemi lebih jauh lagi.
Hanya saja akses terhadap tes Covid-19 sekiranya masih terbatas. Salah satu alasan yang membatasi ialah harga tes tersebut yang bisa dikatakan tidak cukup terjangkau. Sebut saja untuk tes dengan akurasi tinggi, yakni PCR bisa mencapai harga Rp 900.000 hingga Rp 1.500.000 atau lebih. Kondisi ekonomi masyarakat yang sedang lemah akibat pandemi ini tentu bisa menjadi alasan yang masuk akal untuk tidak melakukan tes mandiri. Meskipun pelaporan dan pelacakan persebaran virus adalah tulang punggung penanganan pandemi. Agar akses untuk tes Covid-19 secara mandiri terbuka lebih luas lagi, pemerintah kabarnya memotong harga tes Covid-19 yang disediakan oleh BUMN PT Kimia Farma.
Media Monitoring Netray ingin melihat bagaimana wacana ini beredar di media massa nasional. Transparansi informasi menjadi perhatian utama ketika berhadapan dengan kebutuhan keterbukaan akses. Masyarakat harus mendapat penjelasan terperinci dari kebijakan pemotongan harga tes PCR agar tidak terjadi praktik-praktik yang tidak diinginkan. Simak hasil pemantauan media massa yang dilakukan Netray atas topik tersebut di bawah ini.
Laporan Statistik Topik Turunnya Harga Tes Covid-19 PCR dan Antigen
Untuk mendapatkan data dari topik pemantauan, Netray memanfaatkan kata kunci harga dan tes pcr. Pemilihan kata kunci ini diketahui berhasil mendatangkan sejumlah data statistik sebagai pondasi analisis. Data pertama yang dapat ditampilkan di sini adalah kuantitas artikel yang terbit selama periode pemantauan. Periode pemantauan ditetapkan antara tanggal 12 Agustus hingga 18 Agustus 2021.
Terpantau sebanyak 948 artikel yang mengandung kata kunci telah terbit dalam kurun waktu tujuh hari. Artikel tersebut diterbitkan oleh 92 kantor berita daring seperti Detikcom, Kumparan, Suara.com, dan lain sebagainya. Sebagian besar artikel, yakni sebanyak 822 tulisan, tergolong ke dalam kategori Health & Lifestyle. Sisanya terbagi-bagi dalam jumlah yang tidak signifikan di kategori Transportation, Finance & Insurance, hingga Government. Masing-masing kategori secara sederhana menjadi perspektif media massa saat menulis artikel tersebut.
Topik ‘turunnya harga tes Covid-19’ terhitung bergerak secara linier dengan titik kulminasi terjadi pada tanggal 16 Agustus 2021. Pada tanggal ini, publik disajikan 347 artikel selama 24 jam. Sedangkan pada satu hari sebelumnya, jumlah berita yang terbit sebanyak 238 artikel. Sehari pasca mencapai puncak tertinggi, kuantitas laporan berkurang secara drastis menjadi 98 artikel saja. Hingga nanti muncul isu baru terkait topik pemantauan, jumlah artikel yang terbit akan terus berkurang hingga tak lagi menjadi trending issue.
Diagram informasi statistik selanjutnya menunjukkan seberapa banyak laporan yang diterbitkan oleh masing-masing media massa. Dalam kasus tertentu, diagram Top Portal dapat menunjukan agenda dapur redaksi. Apakah mereka concern pada isu tertentu atau tidak. Bagaimana mereka membuat frame terhadap satu isu. Alaminya jika sebuah kantor redaksi memiliki minat khusus pada sebuah isu, mereka akan membuat banyak laporan untuk membentuk persepsi publik.
Dalam wacana ini, portal Detikcom menempati posisi tertinggi dengan 73 artikel selama periode pemantauan. Disusul dengan laman Kumparan dan Suara.com pada posisi kedua dan ketiga sebanyak 63 dan 57 artikel. Perbedaan yang tidak signifikan ini menunjukan bahwa tidak ada agenda khusus yang dimiliki oleh masing-masing dapur redaksi. Mereka membuat laporan sesuai dengan porsi keberadaan informasi terkait.
Grafik terakhir yang bisa diamati untuk menggali data statistik adalah grafik Sentiment Trend. Data ini bisa menunjukkan bagaimana sudut pandang media massa secara keseluruhan melihat isu tertentu.Secara garis besar media daring dalam negeri menilai wacana ‘turunnya harga tes covid-19’ sebagai sebuah hal yang positif. Terbukti bahwa dalam grafik terlihat sentimen positif cukup mendominasi dengan 532 artikel. Sedangkan sentimen negatif hanya muncul sebanyak 119 artikel saja.
Atlas Perkembangan Wacana Pemotongan Harga Tes Covid-19
Kebijakan pemotongan harga tes PCR dan antigen tidak muncul di siang bolong begitu saja. Terdapat proses pembangunan wacasna terlebih dahulu hingga mendorong pemerintah mengambil kebijakan. Sejauh pemantauan Netray, pembangungan wacana harga tes Covid-19 sudah muncul sejak di awal periode pemantauan. Sejumlah figur nasional, yang diwakili oleh dr. Tompi dan pengacara Hotman Paris, mempertanyakan harga tes covid-19 yang dinilai lebih mahal dibandingkan dengan negara lain seperti India.
Wacana serupa masih bertahan hingga dua hari kedepan. Sejumlah sudut pandang dan alasan ditampilkan ke ranah publik untuk membangun pemahaman masyarakat bahwa harga tes PCR dan antigen di Indonesia sangat mahal. Sedangkan negara-negara lain, kembali dengan contoh India, mampu menekan biaya kebutuhan tes sehingga lebih mudah diakses oleh warga. Impor perlengkapan tes disinyalir menjadi alasan mengapa tes Covid-19 di Indonesia mahal harganya.
Akhirnya di tanggal 15 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi untuk mengkaji ulang biaya tes PCR dan antigen. Tujuannya tentu untuk memangkas harga tes tersebut sehingga dapat diakses masyarakat lebih luas lagi. Kebijakan tersebut rencananya akan ditetapkan keesokan harinya, yakni pada tanggal 16 Agustus 2021. Jika sebelumnya tes PCR dikenakan biaya Rp 900.000 atau lebih, Presiden kini meminta harga tes di rentang antara Rp 450.000 hingga Rp 550.000, atau lebih murah 45 persen. Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo juga meminta hasil tes diumumkan paling lama 1 X 24 jam.
Sesuai dengan arahan Presiden, harga tes PCR dan antigen akhirnya resmi dipangkas. Secara aturan, pemerintah menetapkan batasan tertinggi harga tes PCR yakni Rp 495.000 untuk wilayah Jawa-Bali. Sedangkan untuk luar wilayah tersebut akan dikenakan biaya sebanyak Rp 525.000 saja. Kemenkes juga menjelaskan dari mana aturan biaya tersebut didapatkan.
Selang satu hari setelah ditetapkan, sejumlah wilayah dilaporkan telah menerapkan aturan tersebut. Wilayah seperti Kota Tanjungpinang di Provinsi Riau dan Kabupaten Mimika telah menggunakan aturan yang baru guna melayani masyarakat di sekitarnya. Akses yang lebih luas terhadap instrumen tes Covid-19 ini diharapkan akan segera berdampak pada percepatan penanggulangan pandemi.
Penutup
Pemerintah diberitakan oleh media massa telah menepati janjinya untuk mempermudah akses masyarakat ke pelayanan tes Covid-19. Yakni dengan memangkas harga yang sebelumnya dinilai terlalu tinggi ketika dibandingkan dengan negara lain. Harga tes yang sejak awal mencapai angka di kisaran Rp 1 juta, kini berkurang 45 persen pada level Rp 495.000 hingga Rp 525.000 saja. Harapannya dengan keterbukaan akses ini permasalahan pandemi Covid-19 bisa segera diselesaikan, dengan menimbang protokol dan instrumentasi kesehatan lainnya.