Djawanews.com – Pengurus Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) secara gamblang membantah bahwa Muhammadiyah mendukung kekerasan seksual.
Hal ini disampaikan setelah permintaan PP Muhammadiyah untuk mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
“Banyak pertanyaan apakah siaran pers itu bermakna bahwa Muhammadiyah itu mendukung kekerasan seksual? tentu itu tidak benar. Kami mempermasalahkan Permendikbud karena ada problem formil dan materiil di dalamnya,” kata Sekretaris Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, Kamis, 11 November.
Alasan penolakan Muhammadiyah paling krusial dalam menerima Permendikbudristek 30/2021 adalah terdapatnya frasa ‘tanpa persetujuan korban’. Frasa ini mengacu kepada definisi kekerasan seksual dalam pasal 5 pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m. Muhammadiyah menilai frasa ini dapat mendegradasi substansi kekerasan seksual, yang mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada persetujuan korban.
"Frasa 'tanpa persetujuan korban' mengandung makna bahwa kegiatan seksual dapat dibenarkan apabila ada persetujuan korban. Atau dengan kata lain, Permendikbud 30 mengandung unsur legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan," ujarnya.
Sayuti juga menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak menoleransi terhadap segala tindakan pelecehan seksual.
"Ada atau tidaknya Permen ini, kami berkomitmen untuk menjadikan kampus-kampus Muhammadiyah bebas dari relasi seksual di luar framework pernikahan, di luar framework halal di luar pernikahan, jadi tidak berarti kami menolak (penanganan kekerasan seksual)," ujar Sayuti.
Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Khotimun Sutanti menilai argumen dengan kesimpulan bahwa Permendikbudristek 30/2021 dianggap melegalisasi zina, kurang tepat.
"Tujuan aturan ini untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual, sehingga ranah pengaturannya terbatas pada wilayah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual," kata Khotimun, Selasa, 9 November.
Ingin tahu informasi lainnya? Pantau terus Djawanews dan ikuti akun Instagram milik Djawanews