Djawanews.com – Pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis yang mengkritik pemerintah menggeser hari libur keagamaan ditanggapi Menko PMK Muhadjir Effendy.
"Itu kritik positif dan konstruktif. Apa yang disampaikan oleh MUI itu juga sudah menjadi bahan pertimbangan ketika keputusan menggeser hari libur diambil," ungkap Muhadjir, Senin, 11 Oktober, mengutip detik.com.
"Hari libur keagamaan yang digeser hanya yang jatuh di hari 'kejepit', yang membuat jangka waktu libur menjadi panjang," lanjutnya.
Muhadjir menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil tidak terlepas dari hari-hari libur panjang sebelumnya. Di mana orang-orang melakukan pergerakan besar-besaran jika terdapat hari kejepit.
Menurutnya akan sangat berisiko jika libur di hari kejepit karena banyak masyarakat yang memanfaatkan waktu luang pergi ke luar kota.
"Untuk situasi saat ini risiko itu masih sangat mungkin terjadi dan harus dihindari. Dan menurut kaidah agama menghindari resiko itu lebih diutamakan dari pada faedah yang ada dalam liburan itu," kata Muhadjir.
"Pertimbangan lain bahwa hari besar keagamaan yang waktu liburnya digeser itu di dalamnya tidak ada kegiatan ritual yang wajib diselenggarakan," lanjutnya.
Sebelumnya Cholil Nafis melalui akun Twitternya (@cholilnafis) mengatakan bahwa sudah tidak relevan menggeser hari libur keagaaman dalam keadaan kasus COVID-19 sudah melandai seperti sekarang.
"Saat WFH dan COVID-19 mulai reda, bahkan hajatan nasional mulai normal sepertinya menggeser hari libur keagamaan dengan alasan agar tak banyak mobilitas liburan warga dan tidak berkerumun sudah tak relevan. Keputusan lama yang tak diadaptasikan dengan berlibur pada waktunya merayakan acara keagamaan," kata Cholil, Senin, 11 Oktober.