Djawanews.com – Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko angkat bicara mengenai pengusiran dirinya dalam Seruan Aksi Kamisan di Semarang pada Kamis (18/11) kemarin. Moeldoko tidak mempersalahkannya, ia melihatnya sebagai suatu hal yang biasa.
Moeldoko menjelaskan alasan dirinya mendatangi massa aksi massa tersebut. Waktu itu, ia mendapatkan laporan dari Wali Kota Semarang Hendar Prihadi bahwa sedang ada aksi. Demo itu adalah yang menyuarakan persoalan hak asasi manusia (HAM).
Mengetahui hal itu, Moeldoko memutuskan untuk menemui para peserta aksi dengan didampingi oleh Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dan Wali Kota Semarang Hendar Prihadi.
“Intinya adalah saya ingin memahami apa yang sedang dia sampaikan kepada pemerintah atas berbagai persoalan tentang masa lalu. Saya datang ke sana untuk melihat berbagai spanduknya, terus saya mencoba untuk berbicara dengan mereka, tapi berbagai suara dari mereka tidak menginginkan atas apa yang disampaikan,” ujar Moeldoko kepada wartawan, Jumat, 19 November.
Perihal pengusirannya, Moeldoko melihatnya sebagai suatu hal yang biasa. Tetapi dirinya simpati dan peduli terhadap unjuk rasa yang dilakukan tersebut.
“Bagi saya itu sesuatu yang biasa, saya menghormati dan menghargai apa yang sudah dia sampaikan. Untuk itu, saya beserta rombongan meninggalkan tempat,” katanya.
“Pertanyaannya kenapa saya datang? kan begitu. itulah sebuah wujud kalau kami datang untuk melihat dan mendengarkan,” tambahnya.
Moeldoko kembali menegaskan pemerintah tidak pernah lari dari persoalan mengenai HAM. Pemerintah tetap berusaha untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kejahatan HAM.
“Saya ingin juga menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tidak menghindar dari persoalan HAM, tidak menutup mata dan telinga, tapi tetap memberi kepedulian untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, massa melakukan Aksi Kamisan di depan Hotel Paragon, Semarang, Kamis (18/11). Moeldoko bersama sejumlah pejabat yang datang diusir oleh massa aksi.
Massa aksi kecewa terhadap pemerintah yang mengabaikan persoalan HAM selama ini. Mereka enggan memberi panggung bagi orang-orang yang tidak menyelesaikan persoalan HAM, meski punya kewenangan untuk melakukannya.
“Ini panggung rakyat, pelanggar HAM tidak boleh dikasih ruang,” ungkap salah satu massa aksi.