Djawanews.com – Pengacara Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, Ronny B. Talapessy mengatakan pihaknya telah mengirim surat permohonan penundaan pemeriksaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin pagi, 17 Februari. Permohonan ini diajukan karena Hasto sedang mengajukan gugatan praperadilan untuk kedua kalinya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Diketahui, Hasto seharusnya menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan. Ini harusnya kali kedua dia diperiksa penyidik.
“Penasehat hukum jam 08.30 WIB telah datang ke KPK untuk berikan surat perihal permohonan penundaan pemeriksaan Mas Hasto Kristiyanto,” kata Ronny dalam keterangan tertulisnya, Senin, 17 Januari.
Ronny mengatakan pengajuan praperadilan untuk kedua kalinya sudah dilakukan pada Jumat pekan lalu. Langkah ini dilakukan setelah gugatan pertama kubu Hasto tak diterima oleh hakim tunggal para Kamis, 13 Februari.
“Kami telah mengajukan dua permohonan Praperadilan berdasarkan putusan hakim,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pada Senin, 17 Februari. Ia akan diperiksa sebagai tersangka suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
“Benar, saudara HK dipanggil hari ini dalam kapasitasnya sebagai tersangka,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Senin, 17 Februari.
Adapun Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto menyatakan permohonan gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kabur atau tidak jelas. Sebab, permohonannya diajukan dalam satu gugatan.
Kubu Hasto Kristiyanto diketahui mengajukan permohonan gugatan terkait keabsahan proses penetapan tersangka di kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) dan perintangan penyidikan.
"Hakim berpendapat permohonan pemohon seharusnya diajukan dalam dua permohonan praperadilan, bukan dalam satu permohonan. Menimbang dengan demikian permohonan pemohon yang menggabungkan tentang sah atau tidaknya perintah penyidikan atau sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam satu permohonan haruslah dinyatakan tidak memenuhi syarat formil permohonan peradilan," ujar Djuyamto dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis 13 Februari.
Lazimnya proses pembuktian dua dugaan tindak pidana akan menggunakan alat bukti yang berbeda. Sehingga, hal tersebut akan menjadi pertimbangan perihal keabsahan alat bukti permulaan.
"Konsekuensinya tidak menutup kemungkinan alat bukti yang digunakan dalam masing-masing tindak pidana berbeda, dan tentunya berpotensi memengaruhi hasil penilaian hakim atas keabsahan alat bukti permulaan yang digunakan untuk penetapan tersangka pada dua dugaan tindak pidana itu," ucap Djuyamto.