Djawanews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan salah seorang saksi kasus korupsi pengaturan cukai di Kabupaten Bintan, Provinsi Riau meninggal dunia. Saksi tersebut rencananya akan diperiksa mengenai kasus yang terjadi pada 2016-2018.
"Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bintan Muhammad Hendri, informasi yang kami terima, yang bersangkutan telah meninggal dunia," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (9/11).
Ali mengatakan, Hendri seharusnya dijadwalkan diperiksa terkait kasus pengaturan cukai pada Senin, (8/11) lalu. Namun, pemeriksaan itu batal dilaksanakan lantaran yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Ali pun menjelaskan KPK hanya akan memeriksa lima saksi dalam kasus tersebut di Kantor Polres Tanjung Pinang, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Salah satunya adalah Staf Bidang Perindag dan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Bintan Wilayah Kabupaten Bintan & Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan di DPMPTSP Kabupaten Bintan, Alfeni Harmi.
Selain itu, KPK juga akan memeriksa Anggota Bidang Perdagangan dan Penanaman Modal BP Bintan Risteuli Napitupulu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3KB) Kab. Bintan Mardhiah, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Bintan Edi Pribadi, dan Anggota Bidang Pengawasan dan Pengendalian BP Bintan Radif Anandra.
Ali mengatakan para saksi didalami soal dugaan arahan Bupati Bintan Apri Sujadi yang berulang kali. Hal itu dilakukan supaya mendapatkan fee atas izin cukai rokok maupun minuman beralkohol (minol).
"Para saksi hadir dan didalami keterangannya antara lain terkait dengan dugaan arahan berulang dan berlanjut dari tersangka AS untuk mendapatkan fee atas setiap pemberian izin kuota rokok dan minuman beralkohol di BP Bintan tahun 2017 s/d 2018," ucapnya.
Dalam kasus ini, lembaga antirasuah menetapkan dua tersangka. Satu tersangka lainnya adalah Plt Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan, Mohd. Saleh H Umar.
Apri diduga menerima uang sejumlah Rp6,3 miliar pada periode 2017-2018 silam. Sedangkan, Mohd Saleh menerima Rp800 juta. Uang itu diperoleh dari para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan.
KPK menjumpai ada kerugian keuangan negara sekitar Rp250 miliar dari perbuatan korupsi yang dilakukan kedua tersangka tersebut.
Apri dan Mohd Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua tersangka sekarang sedang menjalani masa tahanan untuk 20 hari. Apri ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih, sementara Mohd Saleh ditahan di Rutan Kavling C1 ACLC.
Sebelum kasus ini diproses KPK, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lebih dulu mengirimkan surat No.S-710/BC/2015 tentang Evaluasi Penetapan Barang Kena Cukai (BKC) ke KPBPB.
Surat tersebut di antaranya berisi teguran kepada BPB Intan terkait dengan jumlah kuota rokok yang diterbitkan pada tahun 2015 yang lebih besar dari seharusnya.
Ingin tahu informasi mengenai kabar terbaru lainnya? Pantau terus Djawanews dan ikuti akun Instagram milik Djawanews