Djawanews.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkapkan penyebab kenapa banyak kepala daerah terjerat. Ia mengatakan hal itu tidak lain karena biaya politik yang mahal.
Dimana saat seseorang mengikuti pemilihan untuk bisa menjadi kepala daerah harus membayar hingga miliaran rupiah. Padahal harta kekayaan mereka saja tidak mencapai angka tersebut.
Hal ini disampaikan Ghufron saat memberikan kuliah umum di Universitas Borneo Tarakan (UBT) secara hybrid di Aula Gedung Rektorat UBT, Kalimantan Utara, Selasa, 26 Oktober.
"Anomali yang hanya terjadi di Indonesia ketika banyak yang mau jadi bupati dengan mengeluarkan biaya mahal sekitar Rp5-10 miliar. Sangat jauh dibandingkan dengan hartanya," kata Ghufron yang dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 26 Oktober.
Kata Ghufron, untuk mencari dana ini tentu banyak cara yang dilakukan para calon. Salah satunya adalah mendapat dana dari sponsor. Hal ini tentu membuka ruang korupsi. Dimana para pemberi dana berpotensi menagih kembali modal lewat proyek pengadaan barang dan jasa.
Hal tersebut terbukti dengan banyaknya kasus korupsi terbanyak yang ditangani KPK dengan modus suap. Berdasarkan data yang dikantongi Ghufron, saat ini ada 739 kasus suap yang ditangani KPK.
Kasus suap tersebut, sambung dia, berkaitan dengan pengurusan izin dan pengadaan barang dan jasa (PBJ) di daerah dan mirisnya hal ini terjadi di semua daerah. Bahkan, sekarang ini sudah ada 27 kepala daerah dari 34 provinsi yang tersangkut tindak pidana rasuah.
Lebih lanjut, Ghufron mengingatkan korupsi dapat merusak tatanan ekonomi mulai dari sulit mendapat barang bagus hingga terhambatnya pembangunan sumber daya manusia. Sehingga, dia meminta semua pihak untuk menjauhi praktik korupsi, termasuk korupsi yang berkaitan sumber daya alam.
"Gara-gara suap ekspolitasi sumber daya alam tidak terkendali, sehingga mewarisi malapetaka kepada anak cucu," ujarnya.
Tak hanya itu, korupsi juga bisa membuat negara hancur. Sehingga, KPK kini berupaya untuk terus melakukan pencegahan selain terus melakukan penindakan.
"Bangunan rumah Bangsa Indonesia akan hancur jika korupsi. Tujuan Nasional sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, tidak akan terwujud," pungkasnya.