Djawanews.com – Perusahaan emas asal Amerika Serikat (AS), PT Freeport Indonesia (PTFI) menyambut baik ide pemerintah Indonesia membentuk bullion bank atau 'bank emas'. Bahkan Freeport dikabarkan akan terlibat langsung dalam pembentukan bank emas tersebut dan rencananya akan diminta produksi emas sebanyak 40 - 50 ton per tahun.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas membenarkan, bahwa sudah ada komunikasi antara pemerintah dan pihaknya dalam pembentukan bank emas ini. Freeport diminta untuk memproduksi 45 hingga 50 ton emas per tahun.
"Sudah ada komunikasi awal, masih dalam data-data berapa jumlahnya yang akan kami produksi. Itu sekitar 45 sampai 50 ton emas per tahun yang bisa kami produksi," jelas Tony, memgutip CNBC Indonesia, Selasa 22 Februari.
Adapun dari katoda tembaga, diperkirakan Freeport bisa memproduksi hingga 900.000 ton katoda tembaga, terdiri dari 300.000 yang diproses di PT Smelting dan di smelter baru yang saat ini masih dibangun dengan kapasitas 600.000 katoda tembaga.
"Jadi ini jumlah yang besar dan sekali lagi dengan harapan industri hilir tumbuh. Sehingga produk smelternya itu tidak harus diekspor," jelasnya.
Sebagai informasi, bullion tidak hanya merujuk pada emas saja tetapi logam mulia lain seperti perak, platinum, paladium dan masih banyak lagi. Belum jelas seperti apa model bank emas yang akan dibentuk pemerintah ini karena masih dalam tahap kajian.
Namun secara umum, bullion bank memiliki berbagai macam aktivitas bisnis mulai dari peminjaman, investasi, jual beli emas batangan fisik, penyimpanan emas batangan, penjualan sertifikat emas dan penyediaan layanan rekening logam mulia.
Ke depan dengan terbentuknya bank emas ini akan menguntungkan bagi semua pihak. Bagi pemerintah manfaat yang bisa didapat berupa penghematan devisa. Bagi industri bisa menjadi sumber pembiayaan.
"Aneka Tambang itu masih impor bahan bakunya, kan sayang. Jadi kalau kami bisa produksi bisa langsung di absorb oleh Aneka Tambang dan Bullion Bank ini bisa jadi bank industri emas dalam negeri," jelas Tony.
Pasalnya, kata Tony jika produksi emas Freeport di ekspor, akan menyesuaikan harga internasional, di tambah harus menyesuaikan dengan fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Tony menerangkan, dengan adanya bank emas ini akan mengurangi biaya operasional Freeport, karena permintaannya atau konsumennya berasal dari dalam negeri, sehingga tidak tergantung dengan harga emas dunia dan naik-turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Tentu saja sangat menguntungkan kalau bisa berdiri sendiri dan transaksi di dalam negeri, yang pasti akan menghemat (biaya operasional)," kata Tony melanjutkan.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto megungkapkan, Freeport Indonesia digadang-gadang akan memproduksi emas sebesar 1 ton per minggu dari pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang saat ini tengah dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Airlangga menyebut, untuk tahap awal, berkat investasi US$ 200 juta, PTFI bisa memproduksi 35 ton emas per tahun. Serta ditargetkan bullion bank ini bisa terealisasi pada tahun depan.
"Sehingga kalau ditangkap ini dengan bullion bank ini tidak perlu dikirim ke Singapura, karena kebanyakan sekarang dikirim ke Singapura, dari Singapura masuk lagi ke Indonesia. Sehingga hampir seluruh industri perhiasan itu adalah cost-nya hanya tolling fee karena tentu kaitannya dengan insentif fiskal dengan PPN," jelas Airlangga dalam acara Webinar BRI Microfinance Outlook 2022 yang bertajuk "Boosting Economic Growth Through Ultra Micro Empowerment" yang berlangsung secara hibrida, Kamis 10 Februari.