awanews.com – Pada platform media sosial Twitter tengah ramai cekcok perihal fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) apakah wajib untuk diikuti atau tidak? Hal tersebut menjadi pembahasan panas antara Menko Polhukam, Mahfud Md dengan anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Tifatul Sembiring.
Sebelumnya, perihal fatwa MUI dipertanyakan oleh salah seorang pengguna di Twitter. Pada Jumat (26/11), saling balas cuitan ini berawal dari pertanyaan akun Twitter @kh_notodiputro ke Mahfud Md soal fatwa MUI.
Dia bertanya soal Mahfud yang disebutnya pernah mengatakan bahwa suatu fatwa tidak harus diikuti karena merupakan pendapat. Akun @kh_notodiputro bertanya ke Mahfud apakah ucapannya itu benar atau tidak. Mahfud kemudian menjawab.
“Tidak salah, Prof Khairil. Sejak dulu sampai dengan sekarang fatwa MUI atau fatwa siapa pun tak harus diikuti. Jangankan fatwa MUI, fatwa MA yang lembaga peradilan negara saja tak harus diikuti. Yang mengikat kalau dari MA adalah vonisnya, bukan fatwanya. Tapi kalau pihak-pihak sepakat memakai fatwa ya dibolehkan,” tulis Mahfud dalam akun Twitter-nya @mohmahfudmd.
“Kalau dalam hukum Islam, fatwa hanya pendapat hukum berdasar istinbath dari Qur'an dan/atau Sunnah. Setiap orang punya pendapat yang sering saling berbeda. Maka lahirlah berbagai pendapat dalam aliran-aliran fikih, seperti Hanafi, Syafii, Maliki, Hambali. Kita tak harus ikut Maliki tapi boleh kalau mau,” lanjutnya.
Setelah itu, ada pengguna akun Twitter lain yang mempertanyakan mengapa ada sertifikasi halal. Mahfud pun menjawab sertifikasi halal itu bukan perihal fatwa MUI.
“Tanyana. Sertifikasi itu bukan fatwa, tapi penanda barang yang halal menurut MUI yang kewenangannya untuk menandai diberikan oleh UU. Kalau orang Islam tak memilih barang yang halal menurut MUI, itu tidak ada sanksinya. Orang Islam makan daging babi saja tidak ada sanksi hukumnya. Ya, dosa saja,” jelas Mahfud.
Nah, ucapan Mahfud ini kemudian dikomentari oleh Tifatul Sembiring. Dia mengatakan, sesuatu sudah difatwakan oleh ulama harus diamalkan
“Fas aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta'lamuun. Tanyakan pada ulama, jika engkau tak mengerti. Nah kalau sudah difatwakan, ya amalkan dong. Kalau nggak, ngapain nanya? Wamaama'nafatwa,” tulisnya dalam akun @tifsembiring.
Mahfud lalu membalas pendapat Tifatul. Dia mengatakan fatwa itu macam-macam dan berbeda-beda sehingga bisa dipilih mana yang diikuti.
“Loh fatwanya kan macam-macam dan beda-beda. Misal, soal ucapan Natal, Bunga Bank, Memilih Pimpinan antara fatwa MUI, NU, Muhammadiyah sering beda-beda. Jadi boleh ikut atau tak ikut yang mana saja. Itu maksudnya,” ucap Mahfud.
Cuitan Mahfud itu kemudian dijawab lagi oleh Tifatul. Dia mengatakan orang yang bertanya tentang sesuatu kepada ulama harus mengikuti fatwa yang dikeluarkan ulama untuk menjawab pertanyaan itu.
“Maaf Prof, fatwa itu dikeluarkan ulama kan jika ada yang bertanya tentang suatu masalah agama. Lalu dijawab, tentu yang bertanya harus ikuti itu. Setuju, pendapat ulama itu beda-beda. Silakan minta fatwa kepada ulama yang diyakini. Lalu ikuti. Sesuai perintah Al-Qur'an. Wallahu Alam bisshowwab,” balas Tifatul.
Mahfud kemudian membalas lagi ucapan Tifatul tersebut. Mahfud mengaku setuju dengan pendapat Tifatul soal fatwa mesti diikuti, namun bukan secara yuridis.
“Setuju, Ustaz Tif. Secara etis (bukan secara yuridis) jika minta fatwa mestinya fatwanya diikuti. Tapi itu etis saja, tidak harus. Selain itu, banyak fatwa MUI, NU, Muhammadiyah, dan lain-lain yang dikeluarkan bukan karena ditanya tapi hanya merespons kontroversi di publik. Misal soal Porkas dan memilih pemimpin,” ungkap Mahfud.
“Prof Atho' Mudzhar dulu menulis disertasi (sudah dibukukan) tentang perihal fatwa MUI. Setelah Nabi wafat, para sahabat Nabi dulu jika dimintai fatwa saling tunjuk untuk menjawab. A menunjuk B terus ke C, D, terus menghindar dan saling tunjuk hingga akhirnya kembali ke A lagi. Banyak pesan dari ibrah ini,” sambung Mahfud.
Cuitan ini dibalas lagi oleh Tifatul. Politikus PKS itu mengaku membiasakan diri patuh terhadap ulama.
“Muwaffaq Prof. Poin saya lebih kepada membiasakan nunut ulama. Mohon maaf, semoga berkenan. Semoga Allah karuniai kesehatan, Prof,” cuitnya.
Mahfud pun mengaku berkenan dengan pendapat Tifatul tersebut. Dia mengatakan perdebatan antara dirinya dengan Tifatul memberi pemahaman ke masyarakat. Mahfud menutup perdebatan soal fatwa MUI ini dengan pantun.
“Saya berkenan dan suka, Ustaz Tif. Diskusi perihal fatwa MUI memberi pemahaman kepada masyarakat tapi tidak dengan cara menggurui. Cari parkiran muter-muter, tomat dimakan bersama sate, tukar pikiran lewat Twitter, Umat paham tanpa merasa didikte. Wajah dengan air mata bahagia, tertawa berguling di lantai, pantun saya benarkah Salami alaik,” tulis Mahfud dengan emoji tertawa dan tangan terlipat.
Untuk mendapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.