Djawanews.com – Reputasi Presiden Jokowi (Joko Widodo) dan semua partai politik (parpol) yang mendukung kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Mesin) dinilai akan merosot. Bahkan bisa ditinggal oleh masyarakat dan basis konstituen masing-masing.
Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto mengatakan, pemerintahan Jokowi selalu membuat kontradiksi dalam setiap kebijakan. Seperti berbagai alasan dan pembenaran yang disampaikan guna menaikkan harga BBM, dan volume penggunan BBM tersebut oleh masyarakat dan angkutan barang adalah yang paling besar.
"Propaganda mereka dengan bahasa 'subsidi' dan 'beban negara' jelas sangat tendensius dan berkonotasi bahwa kebutuhan rakyat adalah hal yang mengganggu keuangan pemerintah," ujar Satyo pada Selasa, 6 September.
"Lalu mengapa kebijakan pemerintah yang lain yang diputuskan oleh akibat tidak cermatnya pemerintah dalam kebijakan yang dapat merugikan pemerintah juga tidak dijadikan alasan? Dalam tahap ini pemerintah misleading," imbuhnya.
Opsi menaikkan harga BBM dengan dalih penghematan APBN, lanjut Satyo, adalah kebijakan yang inkonsistensi. Karena di sisi lain, pemerintah justru melonggarkan pajak kendaraan baru. "Lalu tidak terlihat pengetatan anggaran operasional pemerintah dalam hal kegiatan Kementerian dan Lembaga Negara, bahkan menambah pos anggaran baru untuk posisi wakil menteri," jelas Satyo.
Padahal, dampak harga dari BBM yang naik juga bukan hanya bakal menyasar kelompok miskin, tapi juga kelas menengah dan sektor usaha UMKM, bahkan sektor industri.
"Keputusan menaikkan BBM itu berisiko besar, tidak sebanding dengan tujuan penghematan dengan jalan menaikkan harga BBM. Reputasi Jokowi beserta semua parpol yang setuju dan mendukung kenaikan harga dari BBM akan memiliki risiko dan potensi 'ditinggal' oleh para masyarakat pada basis konstituen mereka masing-masing," pungkas Satyo.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.