Djawanews.com – Perdana Menteri Belanda Mark Rutte atas nama negara Belanda secara resmi meminta maaf terkait perbudakan yang dilakukan selama ratusan tahun di masa penjajahan.
"Selama ratusan tahun, manusia dijadikan barang dagangan, dieksploitasi dan dilecehkan atas nama negara Belanda," jelas Rutte.
Dikutip dari NL Times pada Selasa (20/12), sejak 1814 lebih dari 600 ribu wanita, pria dan anak-anak Afrika dikirim ke Benua Amerika oleh pedagang budak dari Belanda.
Kebanyakan mereka juga dikirim ke Suriname dan juga lokasi lain.
"Mereka dipisahkan dari keluarga mereka secara paksa, mereka diperlakukan seperti ternak oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda atau VOC.
Sementara itu, di wilayah Asia, lebih dari satu juta orang diperjualbelikan oleh VOC.
"Kami melakukan ini bukan untuk membersihkan negara kami atau pun menutup masa lalu dan meninggalkannya begitu saja," kata Rutte.
Langkah ini mengikuti kesimpulan dari panel penasehat nasional yang dibentuk setelah pembunuhan George Floyd di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2020. Mereka mengatakan partisipasi Belanda dalam perbudakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang pantas mendapatkan permintaan maaf resmi dan reparasi keuangan.
Sejauh ini, Belanda masih menolak untuk mengeluarkan biaya reparasi atas tindakannya di masa lalu itu. Namun, Amsterdam telah menyiapkan hingga 200 juta euro (Rp3,1 triliun) untuk biaya pendidikan.