Djawanews.com – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menyebut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bukan sekedar partner atau rekan bagi NU, tetapi salah satu komponen senyawa di dalam perjuangan yang bisa terus bersinergi demi kemaslahatan bangsa.
“Yang jelas, dalam hal ini PDIP akan menjadi bukan hanya sekedar partner, tapi akan menjadi salah satu komponen senyawa di dalam perjuangan…” ujar Gus Yahya dalam acara Harlah ke-69 NU yang berlangsung secara hybrid pada Sabtu 12 Februari.
Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan susulan terkait hubungan NU dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang saat ini dipimpin oleh Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Menurut pengamat politik Dedi Kurnia Syah, keputusan Gus Yahya selama terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, seperti menguatkan arah politik menjauhkan NU dari PKB.
Selain itu, kata Dedi, Gus Yahya seperti mulai membangun kemesraan dengan PDIP. Apalagi, kalau merujuk pada struktur PBNU periode 2022-2027 kader Megawati Soekarnoputri mendapat tempat yang strategis.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion itu lantas menyayangkan sikap Gus Yahya yang seolah menihilkan PKB dari NU. Sebab, dengan begitu partai afiliasi Islam akan makin terpecah belah.
“Jika memang ada orientasi politik PBNU menihilkan PKB dalam pilihan politik kadernya, tentu disayangkan, karena Parpol afiliasi Islam semakin terpecah belah,” kata Dedi.
Dedi berpendapat, dengan sikap politik Gus Yahya menjauh dari PKB akan membuat PBNU periode saat ini dianggap akan mudah terjebak dalam pragmatisme politik. Bahkan, bisa saja publik menganggap kepemimpinan Gus Yahya dalam 5 tahun mendatang akan dipandang mudah diintervensi oleh kepentingan politik praktis.
“Bagi PBNU sendiri ini bisa saja kurang baik, karena akan dianggap sebagai organisasi Islam yang mudah diintervensi politik praktis di luar kemandiriannya,” ujar Dedi.