Djawanews.com – Pemilih muda yang baru pertama kali memberikan hak suara mendominasi Pemilu 2024 di angka 55 persen dari keseluruhan jumlah pemilih, menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini menjadi perhatian salah satunya karena kelompok ini rentan terpapar dan menyebarluaskan misinformasi terkait pemilu.
Berkomitmen melawan misinformasi, melalui program Tular Nalar, Google menggunakan metode pre-bunking untuk mengedukasi pengguna, terutama kelompok yang rentan digital seperti kaum muda dan lansia tentang berbagai taktik misinformasi yang ada.
“Kaum muda belum berpengalaman dalam memilih dan tidak terbiasa berpikir kritis dalam menerima informasi. Hal ini menyebabkan mereka mudah disesatkan oleh berita-berita hoaks," jelas Santi Indra Astuti, Perwakilan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan program Tular Nalar.
Sedangkan para lansia mengalami keterbatasan dalam menguasai teknologi dan hambatan dalam mencerna informasi. Ini juga dapat menjadikan mereka korban hoaks dan ujaran kebencian.
Untuk itu, Santi menambahkan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir penyebaran hoaks:
- Menanamkan pola berpikir kritis yang kuat agar lebih teliti dan bijak dalam mengambil keputusan kompleks.
- Meningkatkan penginderaan hoaks, dengan mempelajari tiga taktik manipulasi yang paling sering digunakan saat Pemilu agar lebih peka terhadap kemungkinan datangnya hoaks.
- Periksa kembali berita mencurigakan di sejumlah situs media terpercaya, dengan menggunakan kata kunci terkait untuk mendapatkan referensi pembanding yang lebih akurat.
- Gunakan Google Reverse Image Search untuk verifikasi foto dan menelusuri riwayat asli sebuah foto dari berita yang berpotensi menyesatkan.
- Manfaatkan juga Google Lens untuk mengidentifikasi detil asal dari sebuah foto, sehingga kita terhindar dari penafsiran yang kurang tepat atas sebuah berita dengan foto.