PLTA Gajah Mungkur memanfaatkan air yang tertampung di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri.
36 tahun sudah PLTA Wonogiri berdiri, sejak diresmikan oleh Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1983. Saat itu Soeharto menjabat sebagai presiden dan Ir. Soebroto sebagai Menteri Pertambangan. PLTA Wonogiri sempat menjadi PLTA terbesar di Jawa Tengah pada masanya. Kini, Indonesia semakin menggencarkan pembangunan PLTA di beberapa wilayah di Indonesia.
PLTA Wonogiri dibangun pada tahun 1978 dan selesai pada bulan Juni tahun 1983. Dalam perjalanannya, PLTA Gajah Mungkur mengalami pasang surut akibat sedimentasi waduk yang cukup tinggi. Beberapa kali debit air di Waduk Gajah Mungkur diberitakan berkurang karena kekeringan. Karena hal tersebut pengelolaan PLTA ini sedikit terhambat.
Pembangkit listrik tenaga air Wonogiri saat ini berada dalam pengawasan Perum Jasa Tirta I Wonogiri, yang dibangun di atas lahan seluas 8800 HA. Pembangunan PLTA ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah pembangunan Waduk Gajah Mungkur.
Sejarah Waduk dan PLTA Gajah Mungkur
Waduk sekaligus PLTA Gajah Mungkur berada di Wonogiri, tepatnya di Sendang, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Waduk Gajah Mungkur memiliki sejarah yang menarik. Awalnya dibangun dengan tujuan untuk mengendalikan air Sungai Bengawan Solo yang sering meluap.
Salah satu banjir besar yang disebabkan karena meluapnya Sungai Bengawan Solo adalah pada tahun 1966. Untuk menanggulangi bencana tersebut, Pemerintah berinisiatif untuk membangun pengendali banjir Bengawan Solo.
Indonesia kemudian menjalin sama dengan Jepang pada tahun 1974. Kerja sama tersebut diadakan untuk melakukan pengembangan wilayah Sungai Bengawan Solo. Hasilnya, Master Plan WS Bengawan Solo tercipta. Masterplan tersebut berisi rekomendasi pembangunan waduk, salah satunya adalah Waduk Wonogiri.
Pada tahun 1978, Waduk Wonogiri mulai dibangun. Pembangunan Waduk saat itu tidak main-main. Dengan melibatkan pekerja sebanyak 2.500 orang, waduk dapat diselesai dalam jangka waktu sekitar tiga tahun atau pada tahun 1981.
Pembangunan Waduk Gajah Mungkur memiliki sejarah yang menarik. Pemerintah saat itu harus merelokasi sejumlah penduduk yang tinggal di kawasan waduk. Sebanyak 51 desa di 6 kecamatan terpaksa ditenggelamkan.
Sebanyak 67.515 Jiwa penduduk terpaksa diungsikan ke beberapa wilayah. Karena banyaknya jumlah penduduk, Pemerintah melakukan program transmigrasi bedol desa di Tahun 1976. Beberapa warga Wonogiri dipindahkan ke Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.
Tahun 1982, waduk sudah dapat difungsikan sebagai pengendali banjir di wilayah Bengawan Solo Hulu untuk melindungi Kota Solo dari banjir. Selain itu, Pemerintah juga menafaatkan waduk untuk irigasi lahan pertanian di beberapa wilayah sekitar, yaitu Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, dan Sragen.
Waduk tidak hanya difungsikan sebagai PLTA Gajah Mungkur saja. Masyarakat sekitar memanfaatkannya sebagai tempat wisata. Sejak dibangunnya waduk tersebut, di tepian waduk mulai dibangun berbagai objek wisata. Wisatawan juga dapat menikmati berbagai kuliner di sepanjang waduk.