Djawanews.com—Tradisi kuno ‘Bantengan’ dari Kota Batu Jawa Timur masih dilestarikan pemuda setempat sampai saat ini. Pertunjukan seni yang ekstrim dan mistis tersebut sudah ada sejak zaman kerajaan Singasari dan usut punya usut ternyata bermula karena banyaknya kaum rebahan.
Sejarah Tradisi Paguyuban Bantengan
Paguyuban Bantengan bisa dikatakan merupakan pertunjukan kesurupan massal. Puluhan pemuda berusia 20 hingga 30 tahun berkumpul menggunakan kostum binatang menari belingsatan di bawah pengaruh mistis. Pertunjukan ini telah ada sejak tahun 1222 yakni pada masa kerajaan Singasari.
Awal mula adanya paguyuban Bantengan yakni pada waktu itu, Patih Kerajaan Singasari yang bernama Santika Joyo resah melihat anak muda yang lebih suka bermalas-malasan (rebahan) ketimbang belajar silat. Ia kemudian menciptakan sebuah seni yang dipadukan dengan gerakan silat.
Inspirasi untuk menggunakan kostum binatang terilhami dari adanya peristiwa sekumpuLan banteng di tanah lapang yang meregang nyawa akibat ancaman harimau. Peristiwa tersebut dilihatnya setelah ia melakukan semedi selama berbulan-bulan.
Akhirnya paguyuban Bantengan terdiri dari tiga tokoh utama yakni barongsai banteng yang diperankan dua orang, dan dua tokoh yang perankan banyak pemuda yakni macan dan kera.
Dilansir Djawanews dari Vice Indonesia, Mbah Agus, seniman sepuh Kota Batu, mengatakan filosofi ‘Bantengan’ menyimbolkan kelompok masyarakat kelas bawah, yang selalu menghadapi tantangan hidup, serta ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup mereka disimbolkan oleh sekelompok macan.
“Dalam proses melawan marabahaya yang disimbolkan oleh macan pasti ada godaan yang menghalangi banteng melawan ancaman tersebut disimbolkan oleh kera licik. Saat zaman Belanda rakyat dilarang mempelajari ilmu bela diri demi melanggengkan kekuasaan kolonial. Makanya masyarakat Jawa mensiasatinya dengan menggunakan kesenian Bantengan untuk belajar bela diri,” jelas mbah Agus.
Ikuti juga hal-hal unik dan menarik lainnya yang telah dibahas Djawanews, baik nasional ataupun internasional di sini.