Djawanews.com - Kehidupan manusia di dunia ini berdampingan dengan berbagai makhluk lainnya. Termasuk makhluk yang tak kasat mata. Mereka lebih sering disebut 'hantu', dan banyak orang yang sering merasa takut akan kehadirannya.
Takut adalah hal yang wajar, karena bagian dari emosi manusia. Tapi pernahkah terpikirkan, apa sih yang dirasakan hantu ketika melihat atau bertemu manusia? Apa hantu juga punya perasaan yang sama seperti manusia? Apakah mereka senang bisa menakut-nakuti orang?
Untuk mengetahui hal ini, ilmu psikologi punya studi tentang emosi hantu. Fokusnya adalah mengamati hal-hal yang tak kasat mata. Kabarnya, studi ini merupakan salah satu disiplin yang berkembang dengan cepat saat ini misalnya dari laboratorium emosi di Pusat Penelitian Emosi, Ectoplasma, dan Ilmu Psikologi yang baru didirikan di Universita del Purgatorio, Milan, Italia.
Bidang ini tengah diminati para akademisi maupun peneliti. Berbagai lembaga pendanaan pun turut mendukung berbagai penelitian terkait hal tersebut. Sebab studi ini merupakan satu-satunya bidang dalam psikologi yang masih menghadirkan rujukan literatur karya Jean Piaget maupun Sigmund Freud.
Ilmu tentang emosi hantu berasal dari salah satu penelitian Charles Darwin. Semasa hidupnya, Darwinlah yang mengusulkan bahwa emosi tertentu diturunkan dari yang hidup ke yang mati melalui evolusi.
Salah satu karya besarnya yang terkenal adalah "The Expression of the Emotions in Man and Animal" (1872). Buku itu merupakan literatur klasik tentang upaya menguak misteri keabadian. Di samping itu, terdapat tokoh lain seperti William James yang tertarik pada isu spiritualisme. James pernah mengutarakan pendapatnya yang terkenal.
"Hantu tidak membuat kita merasa takut, melainkan pengalaman ketakutan yang memanggil hantu datang ke kita," kata James.
Teori Dasar tentang Hantu
Di era modern, ada beberapa aliran pemikiran tentang emosi hantu. Yang paling terkenal adalah teori dasar hantu dengan tiga kriteria. Pertama, emosi harus ada sejak saat kematian; kedua, memiliki ekspresi yang unik dan seram; dan ketiga, dapat ditemukan pada hantu dan tiruan makhluk lain.
Nah, emosi hantu yang paling banyak dipelajari adalah tentang keinginan untuk menakut-nakuti manusia. Dalam berbagai literatur, hal ini dikenal sebagai "Boo". Secara khusus, emosi yang tampak dari sesosok hantu saat sedang menakut-nakuti adalah ekspresi wajah menganga, mulut terbuka lebar, dan mata terbelalak.
Kemudian teori kedua, berasal dari psikologi evolusioner yang mengajukan pertanyaan umum soal keturunan. Jadi, apakah kedatangan hantu meluas lebih jauh ke belakang, ke jaman nenek moyang primata kita tewas jatuh dari pohon?
Psikologi evolusioner punya catatan khusus tentang hal itu. Menurut mereka, hantu tercipta karena penggalan kepala. Untuk beberapa alasan, roh-roh itu sering bangkit bersama dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang lebih besar. Teori ini menyebut bahwa para hantu tanpa kepala tampak menakut-nakuti manusia sebagai upaya mendapatkan kembali bagian tubuhnya yang hilang itu.
Selanjutnya, teori ketiga, berakar pada konstruksi psikologis. Ini kadang disalahartikan sebagai pendekatan 'dimensi lain'.
Hantu dikatakan mengandung bahan-bahan dasar yang menggabungkan dan berinteraksi dengan cara yang kompleks. Ya, demi menghasilkan fenomena supranatural, termasuk emosi. Jadi, dalam pola pikir konstruksionis, emosi seperti "Boo" bukan esensi yang seragam. Tapi, itu adalah kategori luas dengan banyak varian.
Nah, sebagian besar ilmuwan setuju dengan teori ini. Emosi hantu dapat dipetakan ke sirkuit berbentuk satu dimensi dengan sumbu memanjang mulai dari ekspresi "ramah" ke "menakutkan".