Djawanews.com—Kepulauan Indonesia yang tergolong agraris melahirkan berbagai macam tradisi unik sebegai bentuk syukur saat musim panen. Salah satunya yakni tradisi adu betis di Sulawesi Selatan. Tradisi ini dikenal juga dengan Mappalanca dan dilakukan masyarakat Bone ketika selesai panen di setiap tahunnya.
Penyelenggaran dan Nilai Luhur dari Mappalanca
Ketika panen besar usai, yang biasanya bertepatan dengan 17 Agustus, masyarakat Bone, Sulewesi Selatan, merakayan kesyukuran atas karunia Tuhan dan sekaligus merayakan kemerdekaan RI dengan tradisi adu betis atau Mappalanca. Tradisi ini hanya boleh diikuti oleh orang dewasa.
Untuk menyelenggaran Mappalanca dibutuhkan 2 tim yang masing masing terdiri dari 2 orang dewasa. Dua orang akan menjadi penendang, dan dua orang lainnya harus memasang kuda-kuda agar tidak jatuh saat betisnya diadu oleh lawan. Dalam permainan ini tidak jarang ada peserta yang cedera.
Namun meskipun terbilang ekstrim tradisi ini mengandung nilai luhur. Dalam Mappalanca kita bisa melihat betapa eratnya rasa kekeluargaan dan gotong-royong masyarakat Bone. Seluruh persiapan acara dilakukan bersama-sama oleh warga. Ibu-ibu pun biasanya akan datang membawa makanan ke lokasi acara. Semua yang datang boleh menyantapnya, baik penonton maupun peserta adu betis.
Selain itu, yang unik dari tradisi ini adalah tempat penyelenggaraannya. Mappalanca akan diselenggarakan di sebuah makam keramat. Makam ini jauh dari pemukiman penduduk dan dikelilingi oleh pepohonan yang rindang. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tempat keramat tersebut adalah makam leluhur desa yang sekaligus paman dari Raja Gowa Sultan Alaudin.
Ikuti juga hal-hal unik dan menarik lainnya, dari dalam dan luar negeri, yang dibahas Djawanews di sini.