Djawanews.com—Kecerdasan buatan sudah lebih awal melacak potensi pandemi pada 30 Desember 2019. Penyakit tak dikenal mirip flu di Wuhan China dideteksi melalui penyisiran sistem lewat media dan platform media sosial. Indikasi ini mendahului rilis asesmen risiko Covid-19 dari WHO.
Apakah kecerdasan buatan bisa dijadikan sistem untuk mendeteksi akan terjadinya pandemi? Dilansir Djawanews dari laman DW berikut adalah kata para ahli terkait hal itu.
Sistem Kerja Kecerdasan Buatan
Pertanyaan apakah kecerdasan buatan bisa mendeteksi pecahnya pandemi sangat sulit dijawab. Alasannya adalah sistem ini mendeteksi sinyal-sinyal penyakit baru, namun tidak bisa memberikan detil yang pasti mengenai penyakit baru tersebut.
“Pertanyaan ini sulit dijawab. Kami mampu mengidentifikasi sinyal awal, dan kami mendeteksi penyakit infeksi saluran pernafasan yang tidak dikenal, akan tetapi realitasnya amat sulit menegaskan, apakah situasinya benar-benar serius,” jelas Clark Freifeld, pakar komputer dari Northeastern University.
Selaras dengan pendapat Freifeld di atas, Kamran Khan pendiri sekaligus CEO perusahaan pelacak penyakit BlueDot, Kanada, mengatakan, “kapanpun jika kita berhadapan dengan munculnya penyakit baru, kita pasti tidak punya seluruh jawabannya“. Waktu adalah sumber daya kami yang paling berharga, dan kita tidak bisa mendapatkannya kembali jika itu sudah lewat.
Khan mengatakan kepada kantor berita AFP lewat telepon, “Data menunjukkan ada kemiripan dengan wabah SARS sekitar 17 tahun lalu, namun kami tidak mengetahui, seberapa mematikan penyakit tersebut.”
Bagaimanapun, sistem kecerdasan buatan membuktikan perannya sangat berharga, dalam melacak sumber epidemi, dengan menyisir semua sumber data, mencakup pemesanan penerbangan, pesan twitter maupun Weibo hingga laporan pemberitaan serta sensor pada peralatan yang terkoneksi.
Ikuti juga hal-hal unik dan menarik lainnya, dari dalam dan luar negeri, yang dibahas Djawanews di sini.