Djawanews.com—Saat ini dunia dihadapkan pada dua krisis secara bersamaan yakni pandemi global Covid-19 dan krisis finansial dan ekonomi yang ditimbulkannya. Banyak yang mengatakan bahwa perjuanngan menghadapi yang krisis kedua akan lebih panjang daripada perang melawan pandemi saat ini.
Akibat Covid-19 dilakukan isolasi di hampir semua tempat. Namun hal ini justru membuat kita sadar betapa kita begitu terhubung satu sama lain. Berikut adalah ringkasan tulisan Alexander Görlach, peneliti senior Universitas Cambridge, yang dilansir Djawanews dari laman DW.
Pandemi Menyerang dengan Tidak Pandang Bulu
Pandemi tidak mengenal batas geografis atau warna kulit, juga tidak membedakan menurut agama, budaya atau bahasa. Mereka yang sebelumnya memandang rendah orang-orang Cina dengan cara rasis sekarang harus melihat virus itu mendekat dan menggerogoti negaranya.
Pengalaman bersama menghadapi pandemi ini akan menjadi pengalaman yang mengingatkan kita bahwa sebenarnya kita terhubung. Di luar jaringan erat perdagangan global ada sesuatu yang lebih menghubungkan kita yakni ikatan menjadi bagian dari kemanusiaan.
Krisis selanjutnya yang ditimbulkan Covid-19 yakni krisis ruang gerak. Telah dilakukan isolasi untuk menurun kurva infeksi. Di Barat sendiri ini adalah pertama kalinya kebebasan gerak mereka direnggut setelah Perang Dunia ke-2.
Orang-orang dikarantina di dalam rumah mereka masing-masing. Di luar itu, kota, negara, bahkan seluruh benua telah terputus satu sama lain. Seperti yang dilakukan AS sebelumnya, Uni Eropa sekarang memiliki rencana untuk menutup perbatasan eksternalnya.
Isolasi yang dilakukan di berbagai negara di atas menyebabkan semuanya terhubung dengan rasa penderitaan yang sama. Tidak memandang negara kaya atau miskin semua menghadapi masalah yang sama. Hal ini menyebabkan rasa kesamarataan dan kemanusiaan kembali terpupuk.
Ikuti juga hal-hal unik dan menarik lainnya, dari dalam dan luar negeri, yang dibahas Djawanews di sini.