Djawanews.com—Segala hal yang dialami oleh manusia terekam dalam kapasitas unik yang disebut memori. Sebuah penelitian pada tikus menemukan bagaimana setiap peristiwa terhubung dan terangkai oleh otak dan bisa bertahan lama sebagai memori. Penelitian ini juga menjawab kenapa sebuah peristiwa menakutkan bagi seseorang sementara tidak bagi yang lain.
Otak Manusia Belajar Asosiasi dari Berbagai Peristiwa
Sebuah kasus yang tergolong traumatik di masa lalu biasanya akan kembali muncul dan mengganggu korban ketika ada hal yang berhubungan dengan peristiwa tersebut. Misalnya seseorang wanita yang pernah diperkosa di sebuah tempat akan sering panik ketika melihat tempat-tempat serupa dengan tempat ia diperkosa sebelumnya.
Hal di atas adalah contoh kuat kemampuan otak yang kuat untuk mengingat dan menghubungkan berbagai peristiwa yang dipisahkan oleh waktu. Dan dalam studi baru pada tikus yang diterbitkan di Neuron, para ilmuwan di Zuckerman Institute di Columbia telah menjelaskan bagaimana otak dapat membentuk hubungan abadi seperti itu.
Para ilmuwan menemukan mekanisme mengejutkan dimana hippocampus, wilayah otak yang penting untuk ingatan, membangun jembatan lintas waktu: dengan melepaskan semburan aktivitas yang tampak acak, tetapi sebenarnya membentuk pola rumit yang, seiring waktu, membantu otak belajar asosiasi.
Dengan mengungkapkan sirkuit yang mendasari di belakang pembelajaran asosiatif, temuan ini meletakkan dasar untuk pemahaman yang lebih baik tentang kecemasan dan gangguan terkait trauma dan stres, seperti gangguan stres atau panik pasca-trauma, di mana peristiwa yang tampaknya netral dapat menimbulkan respons negatif.
Para ilmuwan melihat bahwa kemampuan ini adalah kunci untuk bertahan hidup, tetapi mekanismenya sebelum sangat sulit dipahami. Penelitian yang dilakukan pada tikus tersebut telah memetakan perhitungan rumit yang dilakukan otak untuk menghubungkan berbagai peristiwa berbeda yang terpisah dalam waktu.
Mekanisme penelitiannnya yakni para peneliti mencitrakan bagian hippocampus tikus ketika hewan-hewan itu terpapar oleh dua rangsangan yang berbeda: suara netral diikuti oleh embusan kecil udara yang tidak menyenangkan. Penundaan lima belas detik memisahkan kedua peristiwa itu.
Para ilmuwan mengulangi teknik di atas melalui beberapa percobaan. Seiring waktu, tikus belajar mengaitkan nada dengan embusan udara yang segera akan menyusul. Dengan menggunakan mikroskop canggih dan pencitraan kalsium fungsional, mereka merekam aktivitas ribuan neuron dalam hippocampus hewan secara bersamaan selama beberapa hari.
Hasil penelitian ini memberikan jawaban kenapa pasien mengalami hubungan yang menakutkan antara dua peristiwa yang, bagi orang lain, sama sekali tidak menimbulkan ketakutan atau panik.
Ikuti juga hal-hal unik dan menarik lainnya, dari dalam dan luar negeri, yang dibahas Djawanews di sini.