Djawanews.com—Bakar Tongkang merupakan tradisi tahunan Keturunan Tionghoa di Bagansiapiapi, Riau. Tradisi ini bermula sejak ratusan tahun yang lalu dan sebagai pengingat bagi masyarakat Tionghoa agar tidak lupa dengan kampung halamannya.
Prosesi Upacara Bakar Tongkang di Bagansiapiapi, Riau
Tradisi Bakar Tongkang bermula dari transmigrasi masyarakat Tionghoa ke Riau. Bakar Tongkang menjadi bentuk keputusasaan masyarakat Tionghoa untuk menetap di sebuah wilayah. Namun seiring berkembangnya zaman tradisi inilah yang menjadi pengingat bahwa mereka tidak boleh lupa dengan kampung halamannya.
Tradisi Bakar Tongkang sudah terkenal hingga ke mancanegara. Setiap tahun, festival ini mampu menyedot wisatawan dari negara Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan hingga Tiongkok Daratan. Karenanya Bakar Tongkang menjadi salah satu pariwisata andalan Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
Tradisi yang juga dikenal dengan Go Gek Cap Lak diadakan pada hari ke- 16 bulan ke-5 menurut kalender China. Tradisi ini diikuti oleh 100 kelenteng yang ada di sana dan berpuncak pada pembakaran replika kapal tradisional Tiongkok.
Festival ini diikuti dari berbagai tingkatan usia. Mereka berbaris dari depan kelenteng hingga memanjang seratusan meter yang menyebabkan jalanan sesak. Setelah memanjang sekitar 200 meter, barulah muncul tongkang alias kapal replika dengan panjang sekitar 8 meter lebar 2 meter.
Kapal replika yang telah dihiasi ini kemudian dibawa lokasi dipercayai dulunya tempat awal kapal warga Tionghoa pertama kali mendarat dan dibakar bersama agar tidak kembali ke kampung halaman di Fujian, China. Di lokasi ini, jutaan tumpukan kertas bertuliskan China sudah lebih dulu dikumpulkan.
Diatas jutaan tumpukan kertas itulah kapal diletakkan. Kemudian setelah beberapa acara seremonial dilakukanlah pembakaran dengan menyulut tumpukan kertas dengan api. Secepat kilat api menyambar ke seluruh tumpukan kertas dan kapal tongkang tadi.
Dalam proses pembakaran ada yang paling dinantikan warga Tionghoa. Dua tiang kapal yang berdiri tegak dengan panjang yang berbeda sebagai tempat tiang layar, harus ditunggu sampai jatuh. Arah jatuhnya tiang menjadi arah penanda rizki bagi mereka. Ketika tiang jatuh ke laut, mereka meyakini bahwa rizki mereka akan datang dari laut.
Setelah kedua tiang tersebut terjatuh, upacara Bakar Tongkang telah selesai dan masyarakat Tionghoa membubarkan diri.
Ikuti juga hal-hal unik dan menarik lainnya, dari dalam dan luar negeri, yang dibahas Djawanews di sini.