Djawanews.com – Kemampuan unik yang dimiliki manusia untuk membayangkan atau menciptakan gambaran kejadian berdasarkan pengalaman atas kenyataan yang dialami dikenal dengan nama imajinasi. Dalam ilmu psikologi, istilah imajinasi dipakai dalam membangun persepsi dari suatu benda yang sudah terlebih dahulu diberi persepsi pengertian.
Imajinasi kerap menjadi variabel dalam berbagai studi. Khususnya dalam ilmu psikologi, imajinasi diteliti dan dikaitkan dengan tujuan hidup, kesejahteraan, dan kesehatan mental. Berikut, pemaparan studi tersebut.
Orang dengan depresi punya imajinasi yang kabur tentang masa depan
Dilansir Association for Psychological Science, studi terbaru yang diterbitkan di Clinical Psychological Science meneliti tentang gambaran imajinasi dari dua kelompok partisipan.
Kelompok pertama, orang yang punya imajinasi keliling dunia dan cara mencapainya hingga cara memperkuat hubungan dengan teman dan keluarga. Mereka memiliki imajinasi yang jelas, berbeda dengan partisipan yang mengalami depresi.
Partisipan dengan episode depresi mengatakan bahwa imajinasinya kabur, terutama tentang masa depan. Ini menyebabkan mereka tak menetapkan tujuan dan tidak melihat apa-apa dalam imajinasinya.
Kaitan imajinasi dan kesejahteraan hidup
Temuan lainnya sedikit menerangkan bahwa imajinasi berkaitan dengan kesejahteraan hidup. Beau Gamble dan rekan studinya dari University of Auckland, Selandia Baru menemukan tesis dari 153 partisipan.
Mereka dengan kesejahteraan lebih tinggi mampu menggambarkan dengan lebih jelas bagaimana rasanya mencapai tujuan mereka.
Selain itu, mereka yang membayangkan skenario masa depan lebih positif akan lebih mungkin untuk melaporkan kesejahteraan yang tinggi 2 bulan kemudian. Nah, sebaliknya bagi mereka yang berjuang untuk membayangkan masa depan yang cerah. Mereka cenderung merasa tertekan.
Menurut Gamble, imajinasi merupakan kemampuan adaptif yang salah satunya bisa dimanfaatkan seseorang untuk membantu mencapai masa depan yang mereka inginkan.
Membangun identitas dan tujuan bisa dimulai dengan berimajinasi
Menyoal pencapaian, setiap orang memilikinya meskipun tanpa disadari dalam menggapainya. Dalam studi Gamble, partisipan diminta untuk mengisi kuesioner. Mereka diminta menilai kesedihan, kegembiraan, pencapaian, dan tujuan yang diharapkan. Kemudian, mereka juga diminta mengisi kuesioner tentang kesejahteraan dan depresi.
Dua bulan kemudian, mereka diminta melaporkan kemajuan tujuan mereka. Secara keseluruhan, peserta yang menganggap tujuan mereka dapat dicapai dan penting bagi identitas melaporkan kesejahteraan yang lebih tinggi.
Sedangkan partisipan yang menganggap tujuan mereka kurang atau tidak bisa dicapai dari usaha-usahanya, mereka cenderung tak bahagia dan cenderung mengalami depresi.
“Peserta yang menganggap tujuan mereka lebih dapat dicapai dan menggambarkan masa depan dengan lebih positif adalah predictor terkuat kesehatan mental pada 2 bulan kemudian,” ungkap Gamble.
Para peneliti mengungkapkan, masih harus dilihat apakah dengan mendorong orang untuk menetapkan tujuan secara berbeda dapat melindungi dari depresi. Meskipun dalam penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa membayangkan masa depan lebih positif dapat membantu orang dengan depresi menemukan hal yang lebih bermanfaat.